SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA DINAS PEKERJAAN UMUM KIMPRASWIL KABUPATEN TOBA SAMOSIR DENGAN CV.X

Wednesday, April 06, 2016
HUKUM (0058) SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA DINAS PEKERJAAN UMUM KIMPRASWIL KABUPATEN TOBA SAMOSIR DENGAN CV.X



BAB II 
TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN


Menumt kodratnya manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain, karena manusia disebut sebagai zoon politicon yang mana manusia selalu hidup bersama dan berkelompok. Dikatakan manusia sebagai makhluk sosial karena ia tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Manusia itu tidak dapat mencapai segala sesuatu yang diinginkan dengan mudah tanpa bantuan dari orang lain.
Dalam kehidupan sehari-hari, antara sesama anggota masyarakat saling mangadakan hubungan yang tidak terlepas dari perjanjian, satu dengan yang lainnya saling berjanji tentang sesuatu hal yang diatur oleh hukum. Hukum yang mengatur tentang perjanjian tersebut disebut hukum perjanjian.
A. Pengertian Perjanjian
Pada umumnya, suatu perjanjian dinamakan juga sebagai suatu persetujuan, oleh karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa antara perjanjian dan persetujuan itu adalah sama artinya. Dimana persetujuan atau yang dinamakan Overeenkomsten yaitu "suatu kata sepakat antara dua pihak atau lebih mengenai harta benda kekayaan mereka, yang bertujuan mengikat kedua belah pihak".16
Pasal 1313 KUHPerdata mengemukakan "suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih".17
Wiryono Prodjodikoro mengemukakan bahwa:
Suatu perjanjian diartikan sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara 2 (dua) pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.18
Dalam ilmu hukum sesuatu hal tersebut diberi istilah prestasi. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum antara 2 (dua) pihak tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara para pihak yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji, atau kesanggupan yang diucapkan maupun ditulis. Dengan hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan suatu bentuk perikatan. Pada Pasal 1233 KUHPerdata dikatakan bahwa "tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang".19 Dalam hal ini ditegaskan bahwa setiap kewajiban perdata dapat terjadi karena dikehendaki oleh pihak-pihak yang terkait dalam perikatan yang secara sengaja dibuat oleh para pihak, ataupun karena ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian berarti perikatan adalah "hubungan hukum antara 2 (dua) atau lebih orang (pihak) dalam bidang/ lapangan harta kekayaan, yang melahirkan kewajiban pada salah satu
pihak dalam hubungan hukum tersebut".20
Selain Wiryono Prodjikoro, ada beberapa sarjana yang memberikan rumusan
tentang defenisi perjanjian, antara lain:
Menurut R. Subekti,
"Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang
lain, atau dimana 2 (dua) orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu".21
Beliau juga mengatakan "bahwa suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena 2 (dua) pihak setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat juga dikatakan bahwa 2 perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya".22
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa persetujuan dan perjanjian mempunyai pengertian yang sama, yaitu sama-sama memberikan keterikatan kepada para pihak agar janji yang telah disepakati dapat dilaksanakan bagi para pihak.
Adapun pengertian perjanjian menurut K. R. M. T Tirtodiningrat yang dikutip oleh Mariam Darus23, perjanjian adalah "suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara 2 (dua) orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang diperkenankan oleh undang-undang."
apat diketahui bahwa perjanjian adalah sumber utama dan yang terpenting untuk melahirkan perikatan. Dimana terdapat berbagai unsur-unsur yang penting dari suatu perjanjian yang melahirkan perikatan, unsur-unsur tersebut adalah:
1. Adanya hubungan hukum
Hubungan hukum adalah hubungan yang terhadapnya hukum melekat hak pada satu pihak dan melekatkan kewajiban pada pihak lannya. Apabila satu pihak tidak mengindahkan ataupun melanggar hubungan tadi lalu hukum memaksakan supaya hubungan tersebut dipenuhi ataupun dipulihkan kembali. Apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya, maka hukum memaksakan agar kewajiban tadi dipenuhi.
2. Kekayaan
Kriteria perikatan yang dimaksud adalah ukuran-ukuran yang dipergunakan terhadap sesuatu hubungan hukum saling hubungan hukum dapat disebutkan suatu perikatan. Dahulu yang menjadi kriteria itu adalah hubungan hukum itu, dapat dinilai dengan uang atau tidak. Apabila hubungan hukum itu dapat dinilai dengan uang, maka hubungan hukum tersebut merupakan suatu perikatan. Kriteria itu semakin lama semakin sukar untuk dipertahankan keberadaannya, karena di dalam masyarakat terdapat juga hubungan hukum yang tidak dapat dinilai dengan uang. Namun kalau terhadapnya tidak diberikan akibat hukum, rasa keadilan tidak akan dipenuhi, sehingga hal pun ini bertentangan dengan salah satu tujuan dari pada hukum yaitu mencapai keadilan. Oleh karena itu, sekarang kriteria di atas tidak lagi dipertahankan
sebagai kriteria, maka ditentukan bahwa sekalipun suatu hubungan hukum itu tidak dapat dinilai dengan uang, tetapi kalau masyarakat atau rasa keadilan menghendaki agar suatu hubungan itu diberi akibat hukum, maka hukumpun akan melekatkan akibat hukum pada hubungan tadi sebagai suatu perikatan.
3. Pihak-pihak
Hubungan hukum itu terjadi antara 2 (dua) orang atau lebih pihak yang berhak atas prestasi, pihak yang aktif adalah kreditur atau yang berpiutang dan pihak yang wajib memenuhi prestasi, pihak pasif adalah debitur atau yang berutang. Inilah yang disebut subjek perikatan.
4. Prestasi (objek hukum)
Pasal 1234 KUHPerdata:"tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu".
Keempat unsur tersebut akan mewujudkan suatu perjanjian yang mewujudkan suatu perjanjian yang melahirkan perikatan, dimana terdapat hubungan-hubungan hukum yang terjadi atas diri dan harta kekayaan para pihak yang mengadakan perjanjian. Sedang disisi lain hukum meletakkan hak pada satu pihak lain dan meletakkan kewajiban pada pihak lainnya. "Apabila satu pihak tidak mengindahkan atau melanggar hubungan tadi atau dalam bahasa hukum disebut wanprestasi maka hukum memaksakan supaya hubungan tersebut dipenuhi atau dipulihkan".24
Jadi jelasnya bahwa perjanjian itu merupakan sumber perikatan yang terpenting. Perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki oleh dua
24 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, hal. 27.
orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibentuk menurut undang-undang di luar kemauan para pihak yang bersangkutan. Apabila dua pihak mengadakan suatu suatu perjanjian maka mereka bermaksud supaya antara mereka berlaku suatu perhubungan hukum, yang sesungguhnya para pihak yang membuat perjanjian tersebut terikat satu sama lain karena janji-janji yang telah diberikan.
B. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dikatakan mempunyai kekuatan yang mengikat maka perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian. KUHPerdata menentukan 4 (empat) syarat yang harus ada pada setiap perjanjian, sebab dengan dipenuhinya syarat-syarat inilah suatu perjanjian itu berlaku sah.
Adapun keempat syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata adalah:
1. Adanya kata sepakat dari para pihak
2. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3. Mengenai suatu hal yang tertentu
4. Adanya suatu sebab yang halal
Keempat syarat tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: a. Syarat subjektif, yaitu: syarat yang menyangkut subjek dari perjanjian itu, yang harus dipenuhi oleh para pihak yaitu apakah orang itu telah sepakat untuk membuat perjanjian atau juga cakap membuat perjanjian.
b. Syarat objektif, yaitu: syarat-syarat yang menyangkut pada objek perjanjian yang meliputi suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.25
Berikut ini dapat dijelaskan yang merupakan syarat-syarat sahnya
perjanjian, yaitu sebagai berikut:
1) Adanya kata sepakat dari para pihak
Dengan diberlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian maka berarti bahwa kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut.26
Pengertian sepakat dilukiskan sebagai persyaratan kehendak yang disetujui antar para pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan sesuatu hal kepada pihak lain dinamakan tawaran. Pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi. Objek yang diperjanjiakan harus jelas baik mengenai bentuknya, tujuannya, maupun asal-usul dari objek yang diperjanjikan berasal dari suatu sebab yang sah dan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum.27
Berpedoman kepada ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata yang menjelaskan: tidak dianggap sah suatu persetujuan jika izin kesepakatan tersebut diberikan karena:
a) Salah pengertian atau kekeliruan
b) Pemerasan, dipaksakan
c) Adanya penipuan.
Persetujuan yang diberikan oleh karena salah pengertian, dan penipuan, berarti dalam persetujuan yang diberikan jelas merupakan pesetujuan kehendak yang cacat. Terhadap persetujuan yang demikian dapat dilakukan pembatalan, tapi bukan batal dengan sendirinya.
Mengenai salah duga atau salah pengertian yang dapat dibatalkan hams mengenai objek atau prestasi yang dikehendaki. Salah pengertian mengenai orangnya tidak menyebabkan persetujuan dapat batal (Pasal 1322 KUHPerdata). Dengan demikian salah duga atau salah pengertian yang menyebabkan lenyapnya persetujuan hams mengenai:
1. Pokok atau maksud objek persetujuan
2. Kedudukan hukum subjek yang membuat persetujuan
3. Hak subjek hukum yang bersangkutan.
Mengenai paksaan yang dapat melenyapkan perizinan dalam persetujuan adalah paksaan fisik yang bersifat "vis absolute?'. Sedemikian mpa paksaan kekerasan yang diancamkan, sehingga orang yang bersangkutan tidak mempunyai pilihan lain selain melakukan perbuatan yang dipaksakan. Paksaan itu sifatnya mutlak atau absolut yang menyebabkan seseorang terpaksa mengikuti kehendak orang yang memaksakannya.
Tentang penipuan adalah apabila perizinan yang diberikannya dalam persetujuan diperoleh dengan jalan penipuan, hal itu juga mengakibatkan perizinan dalam persetujuan tersebut tidak ada. Penipuan ini hams bempa tipu muslihat, sehingga sesuatu yang tidak benar berkesan mempakan gambaran keadaan dan kejadian yang sungguh-sungguh benar tentang suatu hal. Sesuatu bam dikatakan tipu muslihat apabila: a. Hal itu mempakan kebohongan yang diatur rapi
b. Sesuai dengan taraf pendidikan kecakapan orang yang ditipu. Apabila yang ditipu seorang yang terpelajar, dengan hanya tipuan yang sangat rendah dia sudah percaya, tentu dianggap tidak ada penipuan.28
Pasal 1446 KUHPerdata yang berbunyi "semua perikatan yang dibuat oleh orang-orang belum dewasa atau orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan, adalah batal demi hukum, dan atas penuntutan yang diajukan oleh atau dari pihak mereka, haruslah dinyatakan batal, semata-mata atas dasar kebelumdewasaan atau pengampuannya. Perikatan yang dibuat oleh orang-orang perempuan yang bersuami dan oleh orang-orang belum dewasa telah mendapat pernyataan persamaan dengan orang dewasa, hanyalah batal demi hukum, sekedar perikatan-perikatan tersebut melampaui kekuasaan mereka".
2) Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Subjek yang dianggap memiliki kecakapan memberikan persetujuan ialah
orang yang mampu melakukan tindakan hukum. Menurut Pasal 1329
KUHPerdata: "setiap orang ialah cakap untuk membuat perikatan-perikatan
jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap".
Pasal 1330 KUHPerdata:
Tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah:
a) Orang-orang belum dewasa
b) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
c) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-
undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang
telah melarang, membuat persetujuan-persetujuan tertentu.


Artikel Terkait

Previous
Next Post »