SKRIPSI TINJAUAN TERHADAP PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH MELALUI EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

Wednesday, April 06, 2016
HUKUM (0054) SKRIPSI TINJAUAN TERHADAP PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH MELALUI EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian
a. Pengertian Perjanjian
Perjanjian atau overenkomst mengandung pengertian suatu  hubungan hukum kekayaan/ harta benda antara dua orang atau lebih  yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh
prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan  prestasi (M. Yahya Harahap, 1986: 6). Dalam hal ini dapat diketahui  bahwa hubungan hukum dalam perjanjian bukanlah suatu hubungan  hukum yang timbul dengan sendirinya namun hubungan itu timbul  oleh adanya “tindakan hukum/ rechtshandeling”. Tindakan-tindakan  yang dilakukan oleh berbagai pihak menimbulkan hubungan hukum  perjanjian, sehingga terhadap satu pihak memperoleh “hak/ recht” atas
sebuah prestasi dan pihak lain mempunyai kewajiban untuk  menyerahkan prestasi. Apabila salah satu pihak tidak menyerahkan  prestasinya sesuai yang telah disepakati bersama maka dianggap telah
melanggar perjanjian dan akan dikenai sanksi sesuai yang telah  disepakati bersama.  Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada sesuatu bentuk  tertentu. Perjanjian dapat dibuat secara lisan dan tertulis, dimana  apabila sebuah perjanjian dibuat secara tertulis maka perjanjian ini  dapat dipergunakan sebagai alat pembuktian apabila terjadi  perselisihan. Namun untuk beberapa perjanjian, undang-undang  menentukan bentuk tertentu, apabila bentuk itu tidak dituruti maka  perjanjian itu dianggap tidak sah. Dengan demikian bentuk tertulis tadi  tidaklah hanya semata-mata merupakan alat pembuktian saja, tetapi  merupakan syarat adanya (bestaanwaarde)perjanjian (Mariam Darus
Badrulzaman, 1994: 18).
b. Subyek Perjanjian
Perjanjian timbul karena adanya hubungan hukum kekayaan  antara dua orang atau lebih, sehingga dalam hal ini pendukung  perjanjian sekurang-kurangnya harus ada dua orang tertentu. Dalam
hal ini orang yang membuat perjanjian dikatakan sebagai subyek  perjanjian, dimana salah satu pihak menjadi pihak kreditur dan pihak  lain menjadi pihak debitur. Kreditur mempunyai hak atas prestasi dan  debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi. Kreditur sebagai penerima prestasi terdiri dari:
a) Individu sebagai persoonyang bersangkutan.
b) Seseorang atas keadaan tertentu mempergunakan kedudukan/ hak  orang lain.
c) Persoonyang dapat diganti. Sedangkan debitur terdiri dari:
a) Individu sebagai persoonyang bersangkutan
b) Seseorang atas kedudukan atau keadaan tertentu bertindak atas  orang tertentu.
c) Seseorang yang dapat diganti menggantikan kedudukan debitur  semula, baik atas dasar bentuk perjanjian maupun izin dan  persetujuan kreditur (Yahya Harahap, 1986: 15-17). KUH Perdata membedakan tiga golongan yang tersangkut pada  perjanjian, yaitu:
1) Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri.
2) Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak  daripadanya.
3) Pihak ketiga.
Sesuai dengan pasal 1315 jo. Pasal 1340 KUH Perdata, pada  asasnya perjanjian berlaku bagi pihak yang mengadakan perjanjian itu  sendiri. Asas ini merupakan asas pribadi (asas persona). Para pihak
tidak dapat mengadakan perjanjian yang mengikat pihak ketiga,  kecuali dengan apa yang disebut janji guna pihak ketiga (pasal 1317 KUH Perdata). Dalam hal dengan janji guna pihak ketiga, maka siapa
saja yang telah menjanjikan sesuatu seperti itu, tidak boleh menarik  kembali apabila pihak ketiga telah menyatakan kehendaknya atau  kemauannya untuk mempergunakanya. Dengan demikian asas
seseorang tidak dapat mengikat diri selain atas nama sendiri  mempunyai kekecualian, yaitu dalam bentuk yang dinamakan “janji  guna pihak ketiga”. Selain itu apabila seseorang membuat sesuatu perjanjian, maka  orang itu dianggap mengadakan perjanjian bagi ahli waris dan orangorang yang memperoleh hak daripadanya(pasal 1318 KUH Perdata).  Beralihnya hak kepada ahli waris tersebut adalah akibat peralihan  dengan alas hak umum (onder algeme titel) yang terjadi pada ahli
warisnya. Hal ini sesuai dengan yang termaksud dalam pasal 1318KUH Perdata.
c. Obyek Perjanjian
Obyek perjanjian adalah prestasi. Sesuai ketentuan pasal 1234  BW, prestasi yang diperjanjikan antara kedua belah pihak yang  mengadakan perjanjian ialah untuk “menyerahkan sesuatu”,  “melaksanakan sesuatu”, dan “untuk tidak melakukan sesuatu”.  Mengenai obyek perjanjian/ prestasi harus dapat ditentukan merupakan  sesuatu yang logis dan praktis. Dalam pasal 1320 ayat (3) menentukan
bahwa obyek prestasi perjanjian harus memenuhi syarat, yaitu  obyeknya harus tertentu, atau sekurang-kurangnya obyek tersebut  harus mempunyai jenis tertentu. Dengan dasar tersebut kedua belah
pihak yang akan mengadakan penandatanganan suatu perjanjian  haruslah menentukan jenis dan jumlah atau hal yang akan  diperjanjikan secara konkrit sehingga tidak akan menimbulkan  kesalahpahaman dikemudian hari.
d. Syarat Sahnya Perjanjian
Perjanjian pada pokoknya menimbulkan hak dan kewajiban  diantara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut,  dimana dalam hal ini mengandung unsur “kebebasan berkontrak”yaitu  seberapa jauh pihak-pihak dapat mengadakan perjanjian antara mereka  sendiri. Dalam mengadakan perjanjian terdapat syarat sah yang harus  dipenuhi menurut pasal 1320 KUH Perdata agar suatu perjanjian  tersebut dapat berlaku, yaitu:
(a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Dalam hal ini kedua belah pihak secara sepakat untuk mengadakan  perjanjian berdasarkan kehendak masing-masing, artinya pada
waktu perjanjian itu diadakan tidak terdapat paksaan, penipuan  atau kekeliruan. Jika dalam pembuatan perjanjian terdapat suatu  unsur paksaan/ ketidakbebasan kehendak maka perjanjian tersebut
dapat dibatalkan.
(b) Kecakapan untuk membuat perjanjian Kedua belah pihak yang mengadakan kesepakatan untuk membuat  perjanjian harus cakap bertindak. Menurut pasal 1329 KUH
Perdata yang dimaksud dengan setiap orang adalah cakap dalam  membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang  dinyatakan tidak cakap. Sedangkan orang yang dinyatakan tidak  cakap membuat perjanjian yaitu:
i). orang-orang yang belum dewasa
ii). mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
iii). orang-orang perempuan dalam hal yang ditetapkan oleh  nundang-undang dan pada umumnya semua orang kepada  undang-undang telah melarang membuat perjanjian tertentu.
Apabila syarat ini tidak dipenuhi maka perjanjian tesebut maka  perjanjian yang telah dibuat dapat dibatalkan dengan perantaraan  hakim.
 (c) Suatu hal tertentu
Dalam hal ini terdapat obyek, jumlah, jenis, dan bentuk yang  diperjanjikan sudah tertentu.
(d) Suatu sebab yang halal
Adanya sebab yang diperbolehkan, dimana sebab-sebab hukum  yang menjadi dasar perjanjian tidak dilarang oleh peraturan, tidak  bertentangan dengan keamanan dan ketertiban umum. Apabila
syarat tersebut dilanggar maka perjanjian batal demi hukum.
e. Asas-Asas Perjanjian
Sistem adalah kumpulan asas-asas yang terpadu dan merupakan landasan dimana dibangun suatu tertib hukum. Asas-asas  tersebut mempunyai tingkatan-tingkatan dimana didalamnya terdapat
aturan-aturan hukum dimana merupakan suatu sistem hukum yang  dapat dijabarkan dalam sub-sistem hukum. Sub-sistem hukum ini  dijabarkan lagi secara rinci dalam bagian yang lebih kecil, dalam hal
ini misalnya sub-sistem dari hukum perdata, dijabarkan lagi kedalam  hukum kontrak yang lebih dikenal dalam hukum perjanjian. Dilihat  dari hukum nasional, maka hukum perjanjian merupakan sub-sistem  hukum perdata sehingga hukum perjanjian harus selaras dengan  hukum perdata termasuk harus selaras dengan asas-asas yang terdapat  dalam hukum perdata. Adapaun asas-asas yang dimaksud adalah:
a) AsasKonsensualisme
Asas ini sangat erat kaitanya dengan asas kebebasan mengadakan  perjanjian dimana semua orang mempunyai kesempatan yang sama  dalam menciptakan perjanjian.
b) Asas Kepercayaan
Dalam membuat suatu perjanjian dengan pihak lain haruslah  didasari dengan suatu kepercayaan. Tanpa adanya kepercayaan,  maka perjanjian itu tidak mungkin diadakan oleh para pihak.  Dengan kepercayaan ini, kedua belah pihak mengikatkan dirinya  kepada perjanjian yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai  undang-undang.
c) Asas Kekuatan Mengikat
Didalam perjanjian terdapat asas kekuatan mengikat, dimana kedua  belah pihak yang mengadakan perjanjian terikat pada apa yang  diperjanjikan dan juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang
dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatuhan, dan kebiasaan akan  mengikat para pihak.
d) Asas Persamaan Hak
Asas ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak  ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa,  kepercayaan, kekuasaan, jabatan dan lain-lain. Sehingga  diwajibkan melihat adanyapersamaan ini dan mengharuskan kedua  pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan  Tuhan.
e) Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki kedua pihak untuk memenuhi dan  melaksanakan perjanjian dengan itikad baik. Dimana keduanya  haruslah memenuhi kewajiban masing-masing.
f) Asas Moral
Asas ini terlihat dalam perikatan yang wajar, dimana terdapat suatu  perbuatan sukarela dari seseorang untuk tidak menimbulkan hak  baginya untuk tidak menggugat kontraprestasi dari pihak debitur.
Faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan  untuk melakukan perbuatan hukum adalah berdasarkan pada  “kesusilaan” (moral), sebagai panggilan dari hati nuraninya.
g) Asas Kepatutan
Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian.  Melalui asas ini hubungan yang terjadi melalui perjanjian  ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.
h) Asas Kebiasaan

Artikel Terkait

Previous
Next Post »