SKRIPSI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN TERHADAP BARANG BAGASI PENUMPANG

Wednesday, April 06, 2016
HUKUM (0048) SKRIPSI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN TERHADAP BARANG BAGASI PENUMPANG


BAB II
HUKUM PENGANGKUTAN UDARA DI INDONESIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN


A. SEJARAH PENERBANGAN
Kata pengangkutan berasal dari kata "angkut" yang artinya bawa atau muat dan kirimkan. Jadi pengangkutan diartikan sebagai pengangkutan dan pembawaan barang atau orang, pemuatan dan pengiriman barang atau orang, barang atau orang yang diangkut dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan selamat,Pengangkutan terbagi atas tiga jenis,yaitu : angkutan darat,angkutan laut,dan angkutan udara. Angkutan udara lebih lazim disebut dengan "Penerbangan",Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara,pesawat udara,Bandar udara,angkutan udara,navigasi penerbangan,keselamatan dan keamanan,lingkungan hidup,serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.
Walaupun demikian diperlukan suatu alat sebagai sarana pengangkut.Pesawat terbang yang lebih berat dari udara diterbangkan pertama kali oleh Wright Bersaudara (Orville Wright dan Wilbur Wright) dengan menggunakan pesawat rancangan sendiri yang dinamakan Flyer yang diluncurkan pada tahun 1903 di Amerika Serikat. Selain Wright bersaudara, tercatat beberapa penemu pesawat lain yang menemukan pesawat terbang antara lain Samuel F Cody yang melakukan aksinya di lapangan Fanborough, Inggris tahun 1910.
Sedangkan untuk pesawat yang lebih ringan dari udara sudah terbang jauh sebelumnya. Penerbangan pertama kalinya dengan menggunakan balon udara panas yang ditemukan seorang berkebangsaaan Perancis bernama Joseph Montgolfier dan Etiene Montgolfier terjadi pada tahun 1782, kemudian disempurnakan seorang Jerman yang bernama Ferdinand von Zeppelin dengan memodifikasi balon berbentuk cerutu yang digunakan untuk membawa penumpang dan barang pada tahun 1900.
Pada tahun tahun berikutnya balon Zeppelin mengusai pengangkutan udara sampai musibah kapal Zeppelin pada perjalanan trans-Atlantik di New Jersey 1936 yang menandai berakhirnya era Zeppelin meskipun masih dipakai menjelang Perang Dunia II. Setelah zaman Wright, pesawat terbang banyak mengalami modifikasi baik dari rancang bangun, bentuk dan mesin pesawat untuk memenuhi kebutuhan transportasi udara. a. Sejarah pembuatan pesawat terbang di Indonesia dimulai pada pra
kemerdekaan Indonesia, 1. Pesawat Terbang Pra Kemerdekaan Indonesia :
Sejak legenda pewayangan berkembang dalam bagian hidup kebudayaan dan masyarakat Indonesia serta munculnya figur Gatotkaca dalam kisah Bratayuda yang dikarang Mpu Sedah serta figur Hanoman dalam kisah Ramayana adalah personifikasi pemikiran manusia Indonesia untuk bisa terbang. Tampaknya keinginan ini terus terpupuk dalam jiwa dan batin manusia Indonesia sesuai dengan perkembangan jamanya. Jaman Pemerintah kolonial Belanda tidak mempunyai program perancangan pesawat udara, namun telah melakukan serangkaian aktivitas yang berkaitan dengan pembuatan lisensi, serta evaluasi teknis dan keselamatan untuk pesawat yang dioperasikan di kawasan tropis, Indonesia.
1914 : Pendirian Bagian Uji Terbang di Surabaya dengan tugas meneliti prestasi terbang pesawat udara untuk daerah tropis.
1922 : Orang Indonesia sudah terlibat memodifikasi sebuah pesawat yang dilakukan di sebuah rumah di daerah Cikapundung sekarang.
1930 : Pembangunan Bagian Pembuatan Pesawat Udara di Sukamiskin yang memproduksi pesawat-pesawat buatan Canada AVRO-AL, dengan modifikasi badan dibuat dari tripleks lokal. Pabrik ini kemudian dipindahkan ke Lapangan Udara Andir (kini Lanud Husein Sastranegara).
1937 : Pada periode itu di bengkel milik pribadi minat membuat pesawat terbang berkembang. delapan tahun sebelum kemerdekaan atas permintaan seorang pengusaha, serta hasil rancangan LW. Walraven dan MV. Patist putera-putera Indonesia yang dipelopori Tossin membuat pesawat terbang di salah satu bengkel di Jl. Pasirkaliki Bandung dengan nama PK.KKH.
Pesawat ini sempat menggegerkan dunia penerbangan waktu itu karena kemampuannya terbang ke Belanda dan daratan Cina pergi pulang yang diterbang pilot berkebangsaan Perancis, A. Duval.
1938 : atas permintaan LW. Walraven dan MV. Patist - perancang PK.KKH -
dibuat lagi pesawat lebih kecil di bengkel Jl. Kebon Kawung, Bandung.
2. Pesawat Terbang Pasca Perang Kemerdekaan
1945 : Makin terbuka kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan impiannya membuat pesawat terbang sesuai dengan rencana dan keinginan sendiri. Kesadaran bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan yang luas akan selalu memerlukan perhubungan udara secara mutlak sudah mulai tumbuh sejak waktu itu, baik untuk kelancaran pemerintahan, pembangunan ekonomi dan
Universitas Sumatera Utara

pertahanan keamanan.Pada masa perang kemerdekaan kegiatan kedirgantaraan yang utama adalah sebagai bagian untuk memenangkan perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan, dalam bentuk memodifikasi pesawat yang ada untuk misi-misi tempur.
Oktober 1945 Tokoh pada massa ini adalah Agustinus Adisutjipto, yang merancang dan menguji terbangkan dan menerbangkan dalam pertempuran yang sesungguhnya. Pesawat Cureng/Nishikoren peninggalan Jepang yang dimodifikasi menjadi versi serang darat. Penerbangan pertamanya bulan oktober di atas kota kecil Tasikmalaya.
1946 : di Yogyakarta dibentuk Biro Rencana dan Konstruksi pada TRI-Udara. Dengan dipelopori Wiweko Soepono, Nurtanio Pringgoadisurjo, dan J. Sumarsono dibuka sebuah bengkel di bekas gudang kapuk di Magetan dekat Madiun. Dari bahan-bahan sederhana dibuat beberapa pesawat layang jenis Zogling, NWG-1 (Nurtanio Wiweko Glider).Pembuatan pesawat ini tidak terlepas dari tangan-tangan Tossin, Akhmad, dkk. Pesawat-pesawat yang dibuat enam buah ini dimanfaatkan untuk mengembangkan minat dirgantara serta dipergunakan untuk memperkenalkan dunia penerbangan kepada calon penerbang yang saat itu akan diberangkatkan ke India guna mengikuti pendidikan dan latihan.
1948 : Berhasil dibuat pesawat terbang bermotor dengan mempergunakan mesin motor Harley Davidson diberi tanda WEL-X hasil rancangan Wiweko Soepono dan kemudian dikenal dengan register RI-X. Era ini ditandai dengan munculnya berbagai club aeromodeling, yang menghasilkan perintis teknologi dirgantara, yaitu Nurtanio Pringgoadisurjo.
1948 : Pesawat rancangan Wi-weko Soepono diberi tanda WEL-X yang dibuat pada tahun 1948, dengan menggunakan mesin Harley Davidson Kemudian kegiatan ini terhenti karena pecahnya pemberontakan Madiun dan agresi Belanda. Setelah Belanda meninggalkan Indonesia usaha di atas dilanjutkan kembali di Bandung di lapangan terbang Andir - kemudian dinamakan Husein Sastranegara.
1953 : kegiatan ini diberi wadah dengan nama Seksi Percobaan. Beranggotakan 15 personil, Seksi Percobaan langsung di bawah pengawasan Komando Depot Perawatan Teknik Udara, Mayor Udara Nurtanio Pringgoadisurjo. 1 Agustus 1954 : Berdasarkan rancangan Nurtanio, berhasil diterbangkan prototip "Si Kumbang", sebuah pesawat serba logam bertempat duduk tunggal yang dibuat sesuai dengan kondisi negara pada waktu itu. Pesawat ini dibuat tiga buah.Si Kumbang, sebuah pesawat serba logam bertempat duduk tunggal rancangan Nurtanio Pringgoadisuryo yang diterbangkan pada Agustus 1954. 24 April 1957 Seksi Percobaan ditingkatkan menjadi Sub Depot Penyelidikan, Percobaan & Pembuatan berdasar Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Udara No. 68.
1958 : berhasil diterbangkan prototip pesawat latih dasar "Belalang 89" yang ketika diproduksi menjadi Belalang 90. Pesawat yang diproduksi sebanyak lima unit ini dipergunakan untuk mendidik calon penerbang di Akademi Angkatan Udara dan Pusat Penerbangan Angkatan Darat.
Di tahun yang sama berhasil diterbangkan pesawat oleh raga "Kunang 25". Filosofinya untuk menanamkan semangat kedirgantaraan sehingga diharapkan dapat mendorong generasi baru yang berminat terhadap pembuatan pesawat terbang.
3. Pendirian Industri Pesawat Terbang di Indonesia
1 Agustus 1960 : Sesuai dengan Keputusan Menteri/Kepala Staf Angkatan Udara
No. 488, 1 Agustus 1960 dibentuk Lembaga Persiapan Industri
Penerbangan/LAPIP. Lembaga yang diresmikan pada 16 Desember 1961 ini
bertugas menyiapkan pembangunan industri penerbangan yang mampu
memberikan dukungan bagi penerbangan di Indonesia.
1960 : Lembaga Persiapan Industri Pesawat Terbang (LAPIP) didirikan.
1961 : LAPIP mewakili pemerintah Indonesia dan CEKOP mewakili pemerintah
Polandia mengadakan kontrak kerjasama untuk membangun pabrik pesawat
terbang di Indonesia. Kontrak meliputi pembangunan pabrik , pelatihan karyawan
serta produksi di bawah lisensi pesawat PZL-104 Wilga, lebih dikenal Gelatik.
Pesawat yang diproduksi 44 unit ini kemudian digunakan untuk dukungan
pertanian, angkut ringan dan aero club.
1962 : Pendirian bldang Studi Teknik Penerbangan di ITB
1963 : Pembentukan DEPANRI (Dewan Penerbangan dan Antariksa Republik
Indonesia).
Maret 1965: Proyek KOPELAPIP (Komando Pelaksana Persiapan Industri Pesawat Tebang) dimulai. Proyek ini bekerjasama dengan Fokker, KOPELAPIP tak lain merupakan proyek pesawat terbang komersial.
1965 : melalui SK Presiden RI - Presiden Soekarno, didirikan Komando Pelaksana Proyek Industri Pesawat Terbang (KOPELAPIP) - yang intinya LAPIP - serta PN. Industri Pesawat Terbang Berdikari.
Maret 1966 : Nurtanio gugur ketika menjalankan pengujian terbang, sehingga untuk menghormati jasa beliau maka LAPIP menjadi LIPNUR/Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio. Dalam perkembangan selanjutnya LIPNUR memproduksi pesawat terbang latih dasar LT-200, serta membangun bengkel after-sales-service, maintenance, repair & overhaul.
1962 : berdasar SK Presiden RI - Presiden Soekarno, didirikan jurusan Teknik Penerbangan ITB sebagai bagian dari Bagian Mesin. Pelopor pendidikan tinggi Teknik Penerbangan adalah Oetarjo Diran dan Liem Keng Kie.
Kedua tokoh ini adalah bagian dari program pengiriman siswa ke luar negeri (Eropa dan Amerika) oleh Pemerintah RI yang berlangsung sejak tahun 1951. Usaha-usaha mendirikan industri pesawat terbang memang sudah disiapkan sejak 1951, ketika sekelompok mahasiswa Indonesia dikirim ke Belanda untuk belajar konstruksi pesawat terbang dan kedirgantaraan di TH Delft atas perintah khusus Presiden RI pertama. Pengiriman ini berlangsung hingga tahun 1954. Dilanjutkan tahun 1954 - 1958 dikirim pula kelompok mahasiswa ke Jerman, dan antara tahun 1958 - 1962 ke Cekoslowakia dan Rusia.Sementara itu upaya-upaya lain untuk merintis industri pesawat terbang telah dilakukan pula oleh putera Indonesia - BJ. Habibie - di luar negeri sejak tahun 1960an sampai 1970an. Sebelum ia dipanggil pulang ke Indonesia untuk mendapat tugas yang lebih luas. Di tahun 1961, atas gagasan BJ. Habibie diselenggarakan Seminar Pembangunan I se Eropa di Praha, salah satu adalah dibentuk kelompok Penerbangan yang di ketuai BJ. Habibie.
4. Perintisan Pesawat Terbang di Indonesia
Ada lima faktor menonjol yang menjadikan IPTN berdiri, yaitu : ada orang-orang yang sejak lama bercita-cita membuat pesawat terbang dan mendirikan industri pesawat terbang di Indonesia; ada orang-orang Indonesia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi membuat dan membangun industri pesawat terbang; adanya orang yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdedikasi tinggi menggunakan kepandaian dan ketrampilannya bagi pembangunan industri pesawat terbang; adanya orang yang mengetahui cara memasarkan produk pesawat terbang secara nasional maupun internasional; serta adanya kemauan pemerintah.Perpaduan yang serasi faktor-faktor di atas menjadikan IPTN berdiri menjadi suatu industri pesawat terbang dengan fasilitas yang memadai.
25 Juni 1936 : Awalnya seorang pria kelahiran Pare-Pare, Sulawesi Selatan, Bacharudin Jusuf Habibie. la menimba pendidikan di Perguruan Tinggi Teknik Aachen, jurusan Konstruksi Pesawat Terbang, kemudian bekerja di sebuah industri pesawat terbang di Jerman sejak 1965.
1964 : Menjelang mencapai gelar doktor, ia berkehendak kembali ke tanah air untuk berpartisipasi dalam pembangunan Indonesia. Tetapi pimpinan KOPELAPIP menyarankan Habibie untuk menggali pengalaman lebih banyak, karena belum ada wadah industri pesawat terbang. Tahun 1966 ketika Menteri Luar Negeri, Adam Malik berkunjung ke Jerman beliau meminta Habibie, menemuinya dan ikut memikirkan usaha-usaha pembangunan di Indonesia. Menyadari bahwa usaha pendirian industry tersebut tidak bisa dilakukan sendiri., maka dengan tekad bulat mulai merintis penyiapan tenaga terampil untuk suatu

Artikel Terkait

Previous
Next Post »