TESIS IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 14 TAHUN 1998 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

TESIS IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 14 TAHUN 1998 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

Wednesday, March 30, 2016
T-(0112) TESIS IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 14 TAHUN 1998 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN


BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA


A. Landasan Teori
1. Pengertian Kebijakan Publik
Definisi kebijakan (policy) tidak ada pendapat yang tunggal, tetapi menurut konsep demokrasi modern kebijakan negara tidaklah hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat para pejabat yang mewakili rakyat, tetapi opini publik juga mempunyai porsi yang sama besarnya untuk diisikan dalam kebijakan negara, yakni kebijakan negara yang berorientasi pada kepentingan publik. Warga negara menaruh harapan banyak agar diberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Menurut Kliejn, sebagaimana dikutip Hartiwiningsih.7
Kebijaksanaan (policy) mempunyai arti yang bermacam-macam. Harold
projected program of goals, values and practices" (suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah). Carl J. Friedrick
action of a person, group, or government within a given environment providing obstacles and opportunities which the policy was proposed to utilize and overcome in an effort to reach a goal or realize an objective or a purpose"8
Sementara Amara Raksasataya mengemukakan kebijaksanaan sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu, suatu kebijaksanaan memuat 3 (tiga) elemen, yaitu9:
a. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai;
b. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan;
c. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.
Kebijakan publik adalah alat, instrumen penguasa sebagai perwujudan dari kekuasaannya. Oleh karena bertalian dengan kekuasaan, di mana makin besar makin besar pula kesempatan untuk menyalahgunakan kekuasaannya10.
Pada dasarnya kebijakan publik merupakan tindakan nyata pemerintah, organisasi pemerintah yang menyangkut hajat hidup orang banyak, warga masyarakat. Yang lebih konkretnya, tugas kepublikan tersebut berupa serangkaian program-program tindakan yang hendak direalisasikan. Untuk itu diperlukan tahapan, proses tertentu agar dapat dicapai tujuannya. Rangkaian proses untuk merealisasikan tujuan program publik itulah yang dimaksudkan dengan kebijakan publik.
Menurut M. Irfan Islamy, pada dasarnya kebijakan publik memiliki implikasi sebagai berikut11:
a. kebijakan negara itu dalam bentuk perdananya berupa penetapan tindakan-tindakan pemerintah.
b. kebij aksanaan negara itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi dilaksanakan dalam bentuknya yang nyata.
c. kebij aksanaan negara baik untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu itu mempunyai dan dilandasi dengan maksud dan tujuan tertentu.
d. kebij aksanaan negara itu harus senantiasa ditujukan bagi kepentingan seluruh anggota masyarakat.
Kebij akan publik dapat dibedakan dalam beberapa bentuk, antara lain : a. Berupa aturan atau ketentuan yang mengatur kehidupan masyarakat (regulasi)
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden dapat digolongkan dalam bentuk ini. Sebagai aturan yang mengatur tata kehidupan masyarakat, kebij akan dapat berubah mengikuti perubahan masyarakat dan sasaran-sasaran yang hendak dicapai pada suatu waktu.
Namun demikian, pada saat ini ada kecenderungan dan tuntutan masyarakat untuk mengurangi campur tangan pemerintah secara langsung dengan lebih banyak melibatkan pihak swasta dalam pelayanan masyarakat. Pertimbangan untuk efisiensi bagi pihak pemerintah di samping juga kemampuan pihak swasta yang lebih besar. Efisiensi karena pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya tenaga kerja, pemeliharaan gedung dan sebagainya. Dengan demikian biaya yang termaksud dapat dipergunakan untuk keperluan pembiayaan lain.
b. Distribusi atau alokasi sumber daya
Kebij akan yang pada awalnya dimaksudkan untuk membantu golongan ekonomi lemah, pada perkembangannya menjadi kebij akan yang ditujukan untuk mengimbangi berbagai kesenjangan antar golongan dan daerah dalam suatu negara. Kesenjangan yang disebabkan oleh pembangunan di mana daerah tertinggal makin tertinggal apabila tidak ada kebij akan khusus dalam hal distribusi dan alokasi sumber daya atau fasilitas.
c. Redistribusi atau relokasi
Kebij akan ini merupakan usaha perbaikan sebagai akibat dari kesalahan kebij akan industri sebelumnya. Sasarannya pada pemerataan ekonomi dalam masyarakat. Untuk itu kegiatan ekonomi golongan maju lebih sedikit dibebani untuk memberi fasilitas berkembang bagi yang lemah.
d. Pembekalan atau pemberdayaan
Pembekalan atau pemberdayaan ini dimaksudkan sebagai modal atau melengkapi masyarakat dengan sarana-sarana yang perlu agar dapat berdiri sendiri dengan tujuan untuk pemerataan. Namun pemerataan di sini lebih pada pemerataan kemampuan agar dapat berkembang sendiri. Sebagai contoh adalah pemberian kredit tanpa bunga.
e. Etika
Aturan-aturan moral berdasarkan kaidah yang berlaku, baik berupa aturan agama ataupun adat yang dapat dijadikan arahan atau pedoman bagi tindakan pemerintah. Kebij akan pemerintah untuk memperlakukan aturan-aturan tersebut merupakan kebijakan pelaksanaan12
Satu hal yang patut diingat oleh pembuat kebijakan apabila kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai bahkan bertentangan dengan nilai-nilai yang ada atau diterima dalam masyarakat. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa kebijakan tersebut akan mengalami berbagai kesulitan dalam pelaksanaannya.
Hukum dan kebijakan publik mempunyai hubungan yang erat, terutama pada tahap pembentukan hukum dan formulasi kebijakan publik. Artinya, bahwa hubungan erat tersebut diharapkan dapat menghasilkan produk hukum yang baik secara substansial dan produk kebijakan publik yang legitimet dan dipatuhi oleh masyarakat. Dapat dikatakan bahwa setiap produk hukum pada dasarnya adalah hasil dari proses kebijakan publik. Proses pembentukan kebijakan publik dimulai dari realitas yang ada dalam masyarakat, berupa aspirasi yang berkembang, masalah yang ada maupun tuntutan atas kepentingan perubahan-perubahan. Berbekal realitas tersebut selanjutnya mencoba untuk mencari pemecahan masalah, jalan keluar yang terbaik untuk mengatasi persoalan yang muncul atau memperbaiki keadaan saat ini. Hasil dari pilihan solusi itulah yang dinamakan sebagai hasil kebijakan publik.
Kebijakan publik pada akhirnya harus dapat memenuhi kebutuhan dan mengakomodasi kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, penilaian akhir dari sebuah kebijakan publik adalah pada masyarakat. Hanya saja seringkali antara dua konsep tersebut (out put dengan out come) tidaklah selamanya seiring
sejalan. Terkadang sebuah proses kebijakan publik yang ada telah mencapai hasil out put yang ditetapkan dengan baik, namun tidak memperoleh respon atau dampak (out come) yang baik dari masyarakat atau kelompok sasarannya. Atau sebaliknya, sebuah kebijakan publik pada dasarnya tidaklah maksimal dalam mencapai hasil yang telah ditetapkan, namun dampaknya cukup memuaskan bagi masyarakat secara umum.
Mengacu pada konsep good governance, maka pada paradigma baru kebijakan publik ini memandang bahwa tidak ada lagi pemilihan proses internal kebijakan publik di satu sisi, dengan dinamika masyarakat di sisi lain. Artinya mulai dari perumusan kebijakan publik sampai pada evaluasinya semua el em en yang ada dalam masyarakat harus dilibatkan tidak saja secara partisipatif, namun lebih dari pada itu, juga emansipatif. Sehingga dalam konteks ini hasil-hasil yang telah ditetapkan dalam sebuah produk kebijakan publik adalah hasil pembahasan dan kesepakatan bersama antara rakyat dengan negara13
Selanjutnya untuk lebih memahami konsep kebijakan diuraikan pula
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan
keputusan/kebijaksanaan/kebijakan menurut Nigro and Nigro, yaitu14:
a. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar. Seringkali administrator harus membuat keputusan-keputusan karena adanya tekanan-tekanan dari luar. Proses dan prosedur pembuatan keputusan itu tidak dapat dipisahkan dari dunia nyata. Oleh karena itu, adanya tekanan-tekanan dari luar itu ikut berpengaruh terhadap proses pembuatan keputusan.
b. Adanya pengaruh kebiasaan lama (konservatif). Kebiasaan lama itu akan terus diikuti, lebih-lebih kalau suatu kebij aksanaan yang telah ada dipandang memuaskan.
c. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi. Berbagai macam keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan, banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadi, misalnya dalam proses penerimaan/pengangkatan pagawai baru.
d. Adanya pengaruh dari kelompok luar. Lingkungan sosial dan para pembuat keputusan juga berpengaruh terhadap pembuatan keputusan. Misalnya dengan mempertimbangkan pengalaman-pengalaman dari orang lain yang sebelumnya berada di luar bidang pemerintahan.
e. Adanya pengaruh keadaan masa lalu. Pengalaman latihan dan pengalaman (sejarah) pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada pembuatan keputusan. Misal orang sering membuat keputusan untuk tidak
melimpahkan sebagian dari wewenang dan tanggung jawabnya kepada orang lain karena khawatir disalahgunakan.
Di samping adanya faktor-faktor tersebut, Gerald E. Caiden menyebutkan menyebutkan adanya beberapa faktor yang menyebabkan sulitnya membuat kebij aksanaan, yaitu: sulitnya memperoleh informasi yang cukup, bukti-bukti sulit disimpulkan; adanya berbagai macam kepentingan yang berbeda mempengaruhi pilihan tindakan yang berbeda-beda pula; dampak kebij aksanaan sulit dikenali; umpan balik keputusan bersifat seporadis; proses perumusan kebij aksanaan tidak dimengerti dengan benar dan sebagainya15
Hubungan hukum dan kebij akan publik adalah hukum dan kebij akan publik merupakan variabel yang memiliki keterkaitan yang sangat erat, sehingga telaah tentang kebij akan pemerintah semakin dibutuhkan untuk dapat memahami peranan hukum saat ini.16
2. Tinjauan Umum Tentang Retribusi
Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang paling besar memberikan sumbangannya terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jenis dari Retribusi Daerah tersebut bermacam-macam dan masing-masing daerah mempunyai jenis retribusi yang berbeda-beda. Hal ini tergantung dari kondisi dan potensi yang dimiliki dari daerah tersebut seperti keadaan penduduk, kondisi alam, dan kekayaan yang dimiliki yang dapat dipungut retribusi. Adapun pengertian retribusi menurut R. Soedargo adalah17: Suatu pungutan sebagai pembayaran untuk jasa yang oleh negara
secara langsung diberikan kepada yang berkepentingan Pendapat tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Rachmad Soemitro yang menyatakan bahwa retribusi, yaitu18 Pembayaran pada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa negara . Menurut Soeparmoko retribusi adalah19:pembayaran dari rakyat pada negara dimana kita dapat melihat adanya
hubungan balas jasa yang langsung diterima dengan adanya pembayaran retribusi tersebut . Adapun pengertian retribusi menurut C.S.T Kansil adalah :
.... bertalian dengan pajak, maka retribusi pembayaran tersebut semua ditujukan semata-mata oleh pembayar untuk memperoleh prestasi tertentu dari pemerintah, misalnya pembayaran karena pemberian ijin oleh pemerintah.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya Retribusi Daerah adalah merupakan pungutan yang dilakukan oleh daerah sehubungan dengan pelayanan jasa yang telah diberikan oleh Negara kepada orang-orang yang menggunakan jasa tersebut dan pungutan tersebut sebagai pembayaran.
Retribusi Ijin Gangguan merupakan pungutan Daerah atas tempat-tempat usaha yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan, dijalankan secara teratur dalam suatu bidang usaha tertentu dengan maksud mencari keuntungan.
Obyek Retribusi yang tertuang dalam Peraturan Daerah No. 14 Tahun 1998 tentang Retribusi Ijin Gangguan Kota Surakarta adalah tempat usaha yang dapat menimbulkan bahaya kerugian dan gangguan yang meliputi
a. Perusahaan yang dijalankan dengan mesin;
b. Perusahaan angkutan / persewaan kendaraan;
c. Perusahaan dan tempat penjualan bahan makanan dalam bangunan tetap;
d. Perbengkelan;
e. Pergudangan;
f. Tempat-tempat pengumpulan/ penimbunan/ pengolahan/ pembuatan/ penjualan material, bahan bangunan;
g. Tempat pemotongan, pengulitan, pengeringan, pengasapan dan penggaraman zat-zat Hewani / ikan dan juga penyamakan kulit;
h. Pandai besi dan sejenisnya;
i. Pabrik-pabrik;
j. Tempat Penggergajian kayu, pertukangan kayu dan penjualan kayu
k. Tempat-tempat penjualan alat-alat kendaraan bermotor, termasuk suku
cadang; l. Tempat-tempat penjualan/ penyimpanan minyak tanah, premium, solar, oli
dan sebagainya;
m. Rumah makan, kedai makan; n. Tempat-tempat penjualan jasa dan permainan, salon kecantikan
penginapan, kontraktor, panti pijat dan bola sodok; o. Tempat-tempat penjualan minuman beralkohol, apotik, penjualan obat/
jamu; p. Tempat-tempat penjualan bahan / barang elektronik dan tempat usaha
permainan elektronik;
q. Tempat-tempat usaha hiburan, diskotik, kafe, fitness centre, dan lain-lain; r. Tempat usaha yang dapat menimbulkan bahaya kerugian gangguan atau
kebakaran.
Obyek tersebut diatas, menurut ayat 4 Dikecualikan dari Obyek Retribusi adalah tempat usaha milik Pemerintah.

TESIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN SEKOLAH DALAM UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN

TESIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN SEKOLAH DALAM UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN

Wednesday, March 30, 2016
T-(0111) TESIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN SEKOLAH DALAM UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN



BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR


A. TINJAUAN PUSTAKA 
1. Pengertian Manajemen
Istilah manajemen memiliki banyak arti , bergantung pada orang yang mengartikanya dan konteks permasalahan yang menyertainya. Manajemen sekolah acap kali disandingkan dengan istilah administrasi sekolah. Berkaitan dengan itu terdapat tiga pandangan yang berbeda mengenai istilah manajemen ; pertama, mengartikan administrasi lebih luas dari pada manajemen ( manajemen merupakan inti dari administrasi ) ; kedua, melihat manajemen lebih luas dari administrasi; ketiga, pandangan yang menganggap manajemen identik dengan administrasi ( Mulyasa:2007:19 )
Gaffar dalam Mulyasa ( 1989 ) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sistemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Manajemen pendidikan juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan , baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun tujuan jangka panjang.
Menurut E. Mulyasa ( 2007 : 20 - 23 ) terdapat fungsi- fungsi pokok manajemen yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pembinaan. Dalam prakteknya keempat fungsi tersebut merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Yakni ; Perencanaan, merupakan proses sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan dating; Pelaksanaan, merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien; Pengawasan, sebagai upaya untuk mengamati secara sistematis dan berkesinambungan ; Pembinaan, merupakan rangkaian upaya pengendaliansecara professional semua unsur organisasi agar berfungsi sebagaimana mestinya sehingga rencana untuk mencapai tujuan dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Manajemen sekolah secara langsung akan
mempengaruhi dan menentukan efektip tidaknya kurikulum, berbagai peralatan belajar, waktu mengajar, dan proses pembelajaran.
Untuk mendukung terlaksananya manajemen sekolah yang berkualitas dalam rangka merespon perubahan, tantangan kemajuan dan tuntutan kebutuhan masyarakat diperlukan sumber daya manusia yang memadai. Seorang manajer memiliki tanggung jawab terhadap berbagai macam tugas organisasi. Dan tugas - tugas tersebut pada hakekatnya mencerminkan bagaimana seorang manajer mangatur, mengkoordinasikan, mengendalikan dan mengembangkan berbagai sumber yang ada di dalam suatu organisasi.
Menurut Oemar Hamalik ( 2007 : 16- 17 ) "Manajemen adalah suatu proses sosial yang berkenaan dengan keseluruhan usaha manusia dengan bantuan manusia lain serta sumber- sumber lainya , menggunakan metode yang efisien dan efektif untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya."
Bertolak dari rumusan tersebut , maka ada beberapa hal yang perlu dijelaskan lebih lanjut .
a. Manajemen merupakan suatu proses sosial yang merupakan proses kerja sama antara dua orang atau lebih secara formal.
b. Manajemen dilaksanakan dengan bantuan sumber- sumber yakni; sumber manusia, sumber material, sumber beaya, dan sumber informasi.
c. Manajemen dilaksanakan dengan metode kerja tertentu yang efisien dan efektif, dari segi tenaga, dana, waktu, dan sebagainya.
d. Manajemen mengacu kepencapaian tujuan tertentu yang telah ditentukan sebelunya.
Manajemen adalah suatu istilah yang sulit didefinisikan , dan pekerjaan manajer sulit untuk
didefinisikan secara tepat ( persis). Ada sejumlah teori yang dimajukan bersama dengan sangat banyak
deskripsi berdasarkan observasi . Karena sulitnya maka batas- batas manajemen pendidikan tidak jelas. Suatu rumusan yakni the term management to mean all those people who are responsible for achieving the organization's objectives, either by being responsible for other peoples work or for their own as specialists at the same level ( Hills, dalam Oemar Hamalik : 2007:17 )
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif , memberikan kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya , dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.
Pertama, memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif dimaksudkan bahwa dalam peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah , kepala sekolah harus mementingkan kerja sama dengan tenagqa kependidikan dan pihak lain yang terkait dalam melaksanakan setiap kegiatan . Sebagai manajer kepala sekolah harus mau dan mampu mendayagunakan seluruh sumber daya sekolah dalam mewujudkan visi , misi dalam mencapai tujuan. Kepala sekolah harus mampu bekerja melalui orang lain ( wakil- wakilnya ) , serta berusaha untuk senantiasa mempertanggungjawabkan setiap tindakan . Kepala sekolah harus mampu menghadapi berbagai persoalan di sekolah, berpikir analitik dan konseptual , serta harus senantiasa berusaha untuk menjadi juru penengah dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi oleh para tenaga kependidikan yang menjadi bawahanya, serta berusaha untuk mengambil keputusan yang memuaskan bagi semua.
Menurut E. Mulyasa ( 2004 : 103 ) , kepala sekolah sebagai manajer , adalah kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga pendidikan melalui kerja sama atau kooperatif, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya
mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang
program sekolah.
Kedua,memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesi sebagai
manajer, kepala sekolah harus meningkatkan profesi secara persuasive dan dari hati kehati. Dalam hal
ini, kepala sekolah harus bersikap demokratis dan memberikan kesempatan kepada seluruh tenaga
kependidikan untuk mengembangkan profesinya secara oftimal.
Ketiga, mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan , dimaksudkan bahwa kepala sekolah
harus berusaha untuk mendorong keterlibatan semua tenaga kependidikan dalam setiap kegiatan di
sekolah.
Menurut Wahyo Sumidjo ( 2003 : 96 ), kepala sekolah sebagai seorang manajer pada hakekatnya adalah seorang perencana , organisator, pemimpin, dan seorang pengendali . Keberadaan manajer pada suatu organisasi sangat diperlukan , sebab organisasi sebagai alat mencapai mencapai tujuan dimana di dalamnya berkembang barbagai macam pengetahuan serta organisasi yang menjadi tempat untuk membina dan mengembangkan karir- karir sumber daya manusia , memerlukan manajer yang mampu merencanakan , mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan agar tujuan organisasi tercapai
Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut di atas , dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah harus memiliki kemampuan memberdayakan tenaga kependidikan di sekolah. Adapun ujudnya adalah memberi arahan secara dinamis, mengkoordinasi tenaga kependidikan dalam pelaksanaan tugas, memberi hadiah ( reward) bagi mereka yang berprestasi , dan memberi hukuman (funismen ) bagi yang kurang disiplin dalam melaksanakan tugasnya. Kepala Sekolah juga mempunyai kemampuan mendayagunakan sumber daya sekolah yang harus diwujudkan dalam pendayagunaan serta perawatan sarana prasarana sekolah , pencatatan berbagai kinerja tenaga kependidikan dan pengembangan program peningkatan profesionalisme.
Menurut R. Alec Mackendlie dalam Oemar Hamalik ( 2008 : 32- 34 ) ada tiga unsur pokok yang berkenaan dengan pekerjaan seorang manajer, ialah gagasan ( ideas ) atau hal atau benda ( thing ) dan orang (people ) . Unsur unsure tersebut direfleksikan dalam tugas - tugas :
a. Berpikir konseptual , yakni seseorang merumuskan gagasan dan kesempatan- kesempatan baru dalam organisasi.
b. Administrasi, yakni merinci proses manajemen.
c. Kepemimpinan, yakni memotivasi orang- orang supaya melaksanakan kegiatan untuk mencapai
tujuan organisasi.
Fungsi- fungsi analisis masalah , dimana fakta- fakta baru dikumpulkan dan alternative pemecahan dinilai sebagaimana pada langkah- langkah pemecahan masalah , pembuatan keputusan dan mengkomunikasikan keputusan kepada orang- orang yang harus melaksanakanya , merupakan fungsi- fungsi yang berkelanjutan.
Fungsi- fungsi yang berurutan dalam proses manajemen terdiri dari merencanakan , mengorganisasikan, menyusus staf, mengarahkan dan mengontrol. Merencanaklan, berarti memilih serangkaian tindakan . Mengorganisasikan , berarti menata pekerjaan untuk melaksanakan rencana . Menyusun staf, berarti memilih dan mengalokasikan pekerjaan kepada orang- orang yang akan melaksanakanya. Mangarahkan, berarti menuntut tindakan bertujuan pada pekerjaan. Mengontrol, berarti rencana dilaksanakan dan dilengkapi . Masing- masing fungsi yang berurutan tersebut mencakup berbagai kegiatan.
Fungsi perencanaan. Untuk mengembangkan suatu rencana, seseorang harus mengacu kemasa depan ( forecast ) atau menentukan pengaruh pengeluaran biaya atau keuntungan, menetapkan perangkat tujuan atau hasil akhir, mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan akhir ;
menyusun program yakni menetapkan prioritas dan urutan strategi ; anggaran beaya atau alokasi sumber- sumber ; menetapkan prosedur kerja dengan metode yang baru ; mengembangkan kebijakan berupa aturan tertentu.
Fungsi pengorganisasian. Maliputi kegiatan- kegiatan membentuk struktur organisasi baru untuk menghasilkan produk baru ; dan menetapkan garis hubungan kerja antar struktur yang ada dalam struktur baru, merumuskan komunikasi dan hubungan- hubungan , menciptakan deskripsi kedudukan dan menyusun kualifikasi tiap kedudukan yang menunjuk apakah rencana dapat dilaksanakan oleh organisasi yang ada atau diperlukan orang lain yang memiliki keterampilan khusus.
Fungsi staffing. Meliputi kegiatan seleksi calon tenaga staf, memberikan orientasi kepada tenaga staf kea rah pekerjaan dan tugas , memberikan latihan- latihan keterampilan sesuai dengan bidang tugas serta melakukan pembinaan ketenagaan.
Fungsi pengarahan. Meliputi langkah- langkah pendelegasian atau pelimpahan tanggung jawab dan akuntabilitas , memotivasi dan mengkoordinasikan agar usaha- usaha kelompok serasi dengan usaha- usaha lainya, merangsang perubahan bila terjadi perbedaan / pertentangan untuk mencari pemecahan tugas- tugas berikutnya.
Fungsi kontrol. Meliputi kegiatan pengadaan sistem pelaporan yang serasi dengan struktur pelaporan keseluruhan, mengembangkan standart perilaku, mengukur hasil berdasarkan kualitas yang diinginkan dalam kaitanya dengan tujuan , melakukan tindakan koreksi dan memberiklan ganjaran.
Komponen- komponen Manajemen Sekolah: a. Manajemen Kurikulum dan Program Pengajaran Menurut E. Mulyasa ( 2007 : 40 - 41 ) Manajemen kurikulum program pengajaran mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian kurikulum. Sekolah merupakan ujung tombak pelaksanaan kurikulum , baik nasional maupun local, yang diwujudkan melalui proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan nasional, institusional, kurikuler, dan instruksional.
Manajer sekolah harus mampu mengarahkan pengembangan kurikulum dan program pengajaran serta melakukan pengawasan dalam pelaksanaanya. Untuk menjamin efektivitas pengembangan kurikulum dan program pengajaran , kepala sekolah sebagai pengelola program pengajaran bersama dengan guru- guru menjabarkan isi kurikulum secara lebih rinci dan operasional ke dalam program tahunan, catur wulan,dan bulanan. Adapun program mingguan atau satuan pelajaran , wajib dikembangkan guru sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar. Untuk itu dalam melakukan manajemen kurikulum perlu dilakukan pembagian tugas guru, penyusunan kalender pendidikan dan jadwal pelajaran, pembagian waktu yang digunakan, penetapan pelaksanaan evaluasi belajar, penetapan penilaian, penetapan norma kenaikan kelas, pencatatan kemajuan peserta didik, seta peningkatan perbaikan pengajaran.
b. Manajemen Tenaga Kependidikan
Menurue E. Mulyasa (2007 : 44) Manajemen tenaga kependidikan atau manajemen personalia kependidikan bertujuan untuk mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang oftimal, namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Adapun manajemen tenaga kependidikan meliputi :
- Perencanaan pegawai, merupakan kegiatan untuk menentukan kebutuhan pegawai, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif untuk masa sekarang dan masa depan. Analisis ini memberi gambaran tentang kualitas minimum pegawai yang dapat diterima dan yang perlu untuk melaksanakan
pekerjaan sebagaimana mestinya.
- Pengadaan pegawai, merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pegawai pada suatu lembaga, baik jumlah maupun kualitasnya. Untuk mendapatkan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan dilakukan rekruitment, yaitu usaha mencari dan mendapatkan calon- caon pegawai yang memenuhi syarat sesuai kebutuhan.
- Pemberhentian pegawai, adalah merupakan fungsi personalia yang menyebabkan
terlepasnya pihak organisasi dan personil dari hak dan kewajiban sebagai lembaga tempat bekerja dan
sebagai pegawai
- Kompensasi, adalah balas jasa yang diberikan sekolah kepada pegawai, yang dapat dinilai
dengan uang dan mempunyai kecenderungan diberikan secara tetap. Masalah kompensasi merupakan
tantangan yang harus dihadapi manajemen. Dikatakan tantangan kerena imbalan, oleh para pekerja
tidak lagi dipandang sebagai pemuas kebutuhan material , tetapi sudah dikaitkan dengan harkat dan
martabat manusia
Tugas kepala sekolah dalam kaitanya dengan manajemen tenaga kependidikan bukanlah pekerjaan yang mudah karena tidak hanya mengusahakan tercapainya tujuan sekolah , tetapi juga tujuan tenaga kependidikan secara pribadi. Karena itu kepala sekolah dituntut untuk mengerjakan instrumen pengelolaan tenaga kependidikan seperti daftar absensi, daftar urut kepangkatan, daftar riwayat hidup, daftar riwayat pekerjaan, dan kondite pegawai. (E. Mulyasa.2007;45 )
Untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan yang bermutu maka diperlukan seorang guru yang profesional, yakni guru yang memahami dirinya sendiri, siswa dan masyarakat . Guru yang baik adalah guru yang berhasil. Guru yang berhasil dalam pengajaran adalah yang mampu mempersiapkan anak mencapai tujuanya yang telah dirumuskan dalam kurikulum. ( Oemar Hamalik : 2008; 69 )
c . Manajemen Kesiswaan
Menurut E. Mulyasa ( 2007 : 45- 46 ) Manajemen kesiswaan adalah penataan dan pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik , mulai dari masuk sampai keluarnya peserta didik tersebut dari suatu sekolah. Manajemen kesiswaan bukan hanya berbentuk pencatatan data peserta didik , melainkan meliputi aspek yang lebih luas yang secara operasional dapat membantu menumbuh kembangkan proses pendidikan di sekolah. Adapun untuk kepentingan ini, diperlukan data yang lengkap tentang peserta didik . Untuk itu, di sekolah perlu dilakukan pencatatan dan ketatalaksanaan kesiswaan, dalam bentuk buku nduk, buku klapper, buku laporan keadaan siswa, buku presensi siswa, buku rapor, daftar kenaikan kelas, dan buku mutasi.
d . Manajemen Keuangan dan Pembiayaan
Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian penting dari manajemen sekolah. Sumber keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah secara garis besar dapat dikelompokkan atas tiga sumber, yaitu ; 1.Biaya pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah ( BOS )
Panduan Bos Dirjen Dikdasmen Depdiknas ( 2009 : 10 ) BOS adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksanaan progranm wajib belajar.
2. Biaya orang tua atau pribadi peserta didik.
Panduan Bos Dirjen Dikdasmen Depdiknas ( 2009 : 10 ) biaya pribadi peserta didik adalah

TESIS PENGARUH MEDIA GAMBAR DAN VERBALIS TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS II SEKOLAH DASAR NEGERI

TESIS PENGARUH MEDIA GAMBAR DAN VERBALIS TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS II SEKOLAH DASAR NEGERI

Wednesday, March 30, 2016
T-(0110) TESIS PENGARUH MEDIA GAMBAR DAN VERBALIS TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS II SEKOLAH DASAR NEGERI


BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS


Dalam bab ini akan diuraikan tentang deskripsi teori-teori atau konsep-konsep (kajian teori) yang berkaitan dan mendukung topik/masalah yang diteliti, menganalisis dan membuat sintesis teori-teori atau konsep-konsep tersebut. Dalam bab ini juga disusun kerangka berfikir dan hipotesa penelitian. A. Kajian Teori
1. Pembelajaran dengan media gambar a. Pengertian media pembelajaran
Rahadi (2004 : 7-8), menyatakan bahwa :"Istilah media berasal dari bahasa latin "medium" yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar. Makna umumnya adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi".
Suprayekti (2004 : 9) menyatakan bahwa : "Media adalah segala sesuatu yang mengantarkan pesan dari sumber kepada penerima. Dalam konteks interaksi belajar mengajar guru harus terampil untuk menggunakannya atau memanfaatkannya baik itu sebagai alat bantu mengajar atau sebagai media pembelajaran".
Sadiman,dkk (2008 : 6), menyatakan bahwa : " Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan".
Pendapat lain menyatakan, bahwa pengertian media sebagai berikut:
"A Medium ( plural, media ) is a means of communication and source of information. Derived from the latin word meaning " between " the term refers to anything that carries information between a source and receiver. Examples include video, television, diagram, printed materials, computer program, and instructor. These are considered instructional media when they provide message with an instructional purpose. The purpose of media is to fasilitate communication and learning". (Smalindo, Sharon E, James D, Russel, Robert Heinich, & Michael Molenda, 2005 : 9).
Pendapat tersebut bisa diterjemahkan sebagai berikut, media adalah persamaan dari komunikasi dan sumber informasi. Diperoleh dari kata latin disamakan dengan "perantara" tempat penghubung sesuatu yang membawa informasi diantara sumber dan penerima. Yang termasuk contoh antara lain video, televisi, diagram, bahan cetakan, program komputer, dan pengajar. Dengan mempertimbangkan media pembelajaran yang menyediakan pesan untuk tujuan pembelajaran. Tujuan dari media untuk memfasilitasi komunikasi dan pembelajaran.
Dari berbagai pendapat tersebut menurut penulis pendapat mereka pada intinya sama,maka dapat penulis simpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan pesan dari pengirim kepada penerima. Pengirim dan penerima pesan itu dapat berbentuk orang atau lembaga, sedangkan media tersebut dapat berupa alat-alat elektronik, gambar, buku dan sebagainya.
Pengembang instruksional dapat memilih salah satu atau beberapa diantara media untuk digunakan dalam menyusun strategi instruksionalnya. Allen dalam (Sumarti, 2007 : 12-13), memberi petunjuk yang dapat dijadikan pertimbangan dalam memilih media yang sesuai dengan tujuan instruksional tertentu, dengan menggambarkan tinggi rendahnya kemampuan setiap jenis media bagi pencapaian berbagai tujuan belajar sebagai berikut :
Tabel 1. Kemampuan setiap jenis media dalam mempengaruhi berbagai macam belajar
AECT dan Gagne dalam (Priyatna, 2008 : 7), menyatakan bahwa :
" 1). Makna umum : media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi. Dalam proses belajar mengajar pada dasarnya juga merupakan proses komunikasi, sehingga media yang digunakan dalam pembelajaran disebut media pembelajaran. 2). AECT, menerangkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan. 3). Gegne, mengartikan media sebagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang mereka untuk belajar. 4). Media pembelajaran juga merupakan istilah yang merangkum istilah Alat Peraga, Alat Bantu, dan Audio Visual Aid (AVA)".
Menurut Wilkinson (1984 : 5), yang diterjemahkan oleh Zulkarimein Nasution dalam (Priyatna, 2008 : 7), pengertian media pendidikan adalah sebagai berikut : "Media pendidikan dimaksudkan sebagai alat dan bahan selain buku teks yang dapat dipakai untuk menyampaikan informasi dalam suatu situasi belajar mengajar".
Anderson (1987 : 21) yang diterjemahkan oleh Yusuf Hadi Miarso dalam (Priyatna, 2008 : 7), berpendapat bahwa, "Media instruksional adalah media yang memungkinkan terwujudnya hubungan langsung antara karya seseorang pengembang mata pelajaran dengan siswa ".
Hamalik (1986 : 23), menyatakan bahwa : "Media pendidikan adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah".
Dari beberapa pengertian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa media pembelajaran tidak hanya sekedar alat bantu (aids) saja, tetapi meliputi segala sesuatu yang berupa sarana ataupun prasarana yang dapat dipergunakan oleh guru (pendidik) di dalam menyampaikan pesan (bahan pelajaran) kepada subjek didik untuk memperjelas, memperlancar, dan lebih meningkatkan efisien dan efektivitas dalam proses pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan secara optimal. b. Jenis media pembelajaran Arief S. Sardiman, dkk. (2008 : 19-26) menyebutkan, bahwa dengan masuknya berbagai pengaruh ke dalam khasanah pendidikan seperti ilmu cetak-mencetak, tingkahlaku (behaviorisme), komunikasi, dan laju perkembangan teknologi elektronik, media dalam perkembangannya tampil dalam berbagai jenis dan format, masing-masing dengan ciri-ciri dan kemampuannya sendiri. Dari sini usaha-usaha penataan timbul, yaitu pengelompokan atau klasifikasi menurut kesamaan ciri atau karakteristiknya. Beberapa contoh usaha ke arah taksonomi media tersebut antara lain adalah uraian berikut ini. 1). Taksonomi menurut Rudy Bretz.
Bretz mengidentifikasi ciri utama dari media menjadi tiga unsur pokok, yaitu suara, visual, dan gerak. Visual dibedakan menjadi tiga yaitu gambar, garis (line graphic), dan simbol yang merupakan suatu kontinum dari bentuk yang dapat ditangkap dengan indera penglihatan. Disamping itu, Bretz juga membedakan antara media siar (telecommunication) dan media rekam (recording) sehingga terdapat 8 klasifikasi media :
(1) media audio visual gerak,
(2) media audio visual diam,
(3) media audio semi-gerak,
(4) media visual gerak,
(5) media visual diam,
(6) media semi-gerak,
(7) media audio, dan
(8) media cetak.
2). Hierarki media menurut Duncan.
Semakin rumit jenis perangkat media yang dipakai, semkin mahal biaya investasinya, semakin susah pengadaannya, tetapi juga semakin umum penggunaannya dan semakin luas lingkup sasarannya. Sebaliknya, semakin sederhana perangkat media yang digunakan biayanya akan lebih murah, pengadaannya lebih mudah, sifat penggunaannya lebih khusus, dan lingkup sasarannya lebih terbatas.
3). Taksonomi menurut Briggs.
Briggs mengidentifikasi 13 macam media yang dipergunakan dalam proses belajar mengajar, yaitu : objek, model, suara langsung, rekaman audio, media cetak, pembelajaran terprogram, papan tulis, media transparansi, film rangkai, film bingkai, film, televisi, dan gambar.
4). Taksonomi menurut Gagne.
Tanpa menyebutkan jenis dari masing-masing medianya, Gagne membuat 7 macam pengelompokan media, yaitu benda untuk didemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar gerak, film bersuara, dan mesin belajar.
5). Taksonomi menurut Edling.
Menurut Edling, media merupakan bagian dari enam unsur rangsangan belajar, yaitu dua untuk pengalaman audio meliputi kodifikasi subjektif visual dan kodifikasi subjekti audio, dua untuk pengalaman visual meliputi kodifikasi subjekti audio dan kodifikasi objektif visual, dan dua pengalaman belajar 3 dimensi meliputi pengalaman langsung dengan orang dan pengalaman langsung dengan benda-benda.
Aristo Rahadi membuat klasifikasi tentang media pembelajaran sebagai berikut :
" Media pembelajaran banyak sekali jenis dan macamnya. Mulai yang paling sederhana dan murah hingga media yang canggih dan mahal harganya. Ada media yang dapat dibuat oleh guru sendiri, ada media yang diproduksi pabrik. Ada media yang sudah tersedia di lingkungan yang langsung dapat kita manfaatkan, ada pula media yang secara khusus sengaja dirancang untuk keperluan pembelajaran."( 2004 : 17 ).
Di bawah ini beberapa pengklasifikasian media pembelajaran yang dikutip oleh Aristo Rahadi dari beberapa pendapat, antara lain :
"1). Rudy Bretz (1971), mengidentifikasi jenis-jenis media berdasarkan tiga unsur pokok, yaitu: suara, visual, dan gerak. Berdasarkan tiga unsur tersebut, Bretz mengklasifikasikan media ke dalam tujuh kelompok, yaitu audio semi gerak, media audio visual diam, media audio visual gerak.: media audio, media cetak, media visual diam, media visual gerak, media. 2). Anderson (1976), mengelompokkan media menjadi sepuluh golongan sebagai berikut : audio, cetak, audio cetak, proyeksi visual diam, proyeksi audio visual diam, visual gerak, audio visual gerak, obyek fisik, manusia dan lingkungan, dan komputer. 3). Schramm (1985), menggolongkan media atas dasar kompleksnya suatu media, yaitu media besar dan media kecil; atas dasar jangkauannya, yaitu media masal, media kelompok, dan media individual. 4). Henich dkk (1996), membuat klasifikasi media sebagai berikut : media yang tidak diproyeksikan, media yang diproyeksikan, media audio, media visual, media berbasis komputer, dan multi media kit". (2004 : 17-20).
Dari beberapa pengklasifikasian media pembelajaran di atas penulis setuju dengan pendapat Henich dkk., yaitu bahwa media diklasifikasikan menjadi : 1). Media yang tidak diproyeksikan, 2). Media yang diproyeksikan, 3). Media audio, 4). Media visual, 5). Media berbasis komputer, 6). Multi media kit.
c. Karakteristik Media Gambar/foto
Menurut Poerwadarminta, gambar adalah tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan, dan sebagainya) yang dibuat dengan cat, tinta, coret, potret, dan sebagainya.
Gambar merupakan salah satu dari media berbasis visual. Arsyad menulis dalam buku Media Pembelajaran (2002 : 106), bahwa :" visualisasi pesan, informasi, atau konsep yang ingin disampaikan kepada siswa dapat dikembangkan dalam berbagai bentuk, seperti foto, gambar/ilustrasi, sketsa/gambar garis, grafik, bagan, chart, dan gabungan dari dua bentuk atau lebih".
Menurut Arsyad : "Gambar yang dimaksud di sini termasuk foto, lukisan / gambar, dan sketsa (gambar garis)". (2002 : 113).
Di antara media pembelajaran, gambar / foto adalah media yang paling umum dipakai. Gambar / foto merupakan bahasa yang umum, yang dapat dimengerti dan dinikmati di mana-mana. Oleh karena itu pepatah Cina mengatakan bahwa sebuah gambar berbicara lebih banyak daripada seribu kata. Peran gambar adalah :
"One role that visuals definitely play is to provide a concrete referent for ideas. Words don't (usually) look or sound like the thing they stand for, but visuals are iconic - that is, they have some resemblance to the thing they represent. As such, they serve as a more easily remembered link to the orginal idea. Visuals can also motivate learness by attracting their attention, nolding their attention, and gererating emotional responses. (Smalindo, Sharon E, James D, Russel, Robert Heinich, & Michael Molenda, 2005 : 82) ".
Dapat diterjemahkan bahwa salah satu peran dari gambar adalah memberi petunjuk yang sesuai dengan ide yang akan disampaikan. Kata-kata jarang mengungkapkan sesuatu yang dimaksud. Namun gambar adalah sesuatu yang ikonik memiliki lambang pada hal-hal yang diwakilinya. Gambar dapat pula memotivasi pelajar dengan menarik perhatian mereka, menyita perhatiannya serta menggerakkan respon emosionalnya. Gambar dapat menyederhanakan informasi yang sulit untuk dimengerti. Gambar adalah pelengkap yang memberikan kesempatan orang untuk memahami hal-hal yang terlewatkan saat mereka mendengar.
Salah satu peran dari gambar adalah memberi petunjuk yang sesuai dengan ide yang akan disampaikan. Kata-kata jarang mengungkapkan sesuatu yang dimaksud. Namun gambar adalah sesuatu yang ikonik memiliki lambang pada hal-hal yang diwakilinya. Gambar dapat pula memotivasi pebelajar dengan menarik perhatian mereka, menyita perhatiannya serta menggerakkan respon emosionalnya. Gambar dapat menyederhanakan informasi yang sulit untuk dimengerti. Gambar adalah pelengkap yang memberikan kesempatan orang untuk memahami hal-hal yang terlewatkan saat mereka mendengar.
Beberapa kelebihan media gambar/foto yang lain dijelaskan di bawah ini :
1). Sifatnya konkret; gambar/foto lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata.
2). Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda obyek atau peristiwa dapat dibawa ke kelas, dan anak-anak tidak selalu dapat dibawa ke obyek atau peristiwa tersebut. Gambar /foto dapat mengatasi hal tersebut. Air terjun Niagara atau Danau Toba dapat disajikan ke kelas lewat gambar atau foto. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau, kemarin, atau bahkan semenit yang lalu kadang-kadang tidak dapat dilihat apa adanya. Gambar atau foto amat bermanfaat dalam hal ini.
3). Media gambar/foto dapat mengatasi keterbatasan pengamatan. Sel atau penampang daun yang tidak mungkin dilihat dengan mata telanjang dapat disajikan dengan jelas dalam bentuk gambar/foto.
4). Gambar/foto dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau memperbaiki kesalahpahaman.
5). Foto harganya murah dan mudah didapat serta digunakan, tanpa memerlukan peralatan khusus. Selain kelebihan-kelebihan tersebut, gambar/foto juga mempunyai
beberapa kelemahan,yaitu :
1). Gambar/foto hanya menekankan persepsi indera mata;
2). Gambar/foto benda terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran;
3). Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.

TESIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

TESIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

Wednesday, March 30, 2016
T-(0109) TESIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI



BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang (Boediono, 1999 : 8). Pengertian tersebut mencakup tiga aspek, yaitu : proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses, bukan gambaran ekonomi pada suatu saat. Mencerminkan aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu.
Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Dalam hal ini berkaitan dengan output total (GDP) dan jumlah penduduk, karena output per kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk. Jadi proses kenaikan output perkapita harus dianalisa dengan melihat apa yang terjadi dengan output total disatu pihak, dan jumlah penduduk di pihak lain. Dengan perkataan lain, pertumbuhan ekonomi mencakup pertumbuhan GDP total dan pertumbuhan penduduk.
Aspek ketiga dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif waktu jangka waktu suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila dalam waktu yang cukup lama (10, 20 atau 50 tahun, atau bahkan lebih lama lagi) mengalami kenaikan output per kapita. Tentu saja dalam waktu tersebut bisa terjadi kemerosotan output per kapita, karena gagal panen misalnya, tetapi apabila dalam waktu yang cukup panjang tersebut output per kapita menunjukkan kecenderungan menaik maka dapat kita katakan bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi.
Beberapa ekonom berpendapat bahwa adanya kecenderungan menaik bagi output per kapita saja tidak cukup, tapi kenaikan output harus bersumber dari proses intern perekonomian tersebut. Dengan kata lain proses pertumbuhan ekonomi harus bersifat self-generating, yang berarti bahwa proses pertumbuhan itu sendiri menghasilkan kekuatan bagi timbulnya kelanjutan pertumbuhan dalam periode-periode selanjutnya.
2.2. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik
Teori pertumbuhan Solow-Swan telah dikategorikan sebagai teori pertumbuhan neoklasik. Model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan (Mankiw, 2007). Dalam model ini, pertumbuhan ekonomi jangka panjang ditentukan secara exogen, atau dengan kata lain ditentukan di luar model. Model ini memprediksi bahwa pada akhirnya akan terjadi konvergensi dalam perekonomian menuju kondisi pertumbuhan steady-state yang bergantung hanya pada perkembangan teknologi dan pertumbuhan tenaga kerja. Dalam hal ini, kondisi steady-state menunjukkan equilibrium perekonomian jangka panjang (Mankiw, 2007). Asumsi utama yang digunakan dalam model Solow adalah bahwa modal mengalami diminishing returns. Jika persediaan tenaga kerja dianggap tetap, dampak akumulasi modal terhadap penambahan output akan selalu lebih sedikit dari penambahan sebelumnya, mencerminkan produk marjinal modal {marginal product of capital) yang kian menurun Jika diasumsikan bahwa tidak ada perkembangan teknologi atau pertumbuhan tenaga kerja, maka diminishing return pada modal mengindikasikan bahwa pada satu titik, penambahan jumlah modal (melalui tabungan dan investasi) hanya cukup untuk menutupi jumlah modal yang susut karena depresiasi. Pada titik ini perekonomian akan berhenti tumbuh, karena diasumsikan bahwa tidak ada perkembangan teknologi atau pertumbuhan tenaga kerja.
Pertumbuhan ekonomi menurut model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa menuju pertumbuhan steady-state yang bergantung hanya pada perkembangan teknologi dan pertumbuhan tenaga kerja.
Kenaikan tingkat tabungan akan mengarah ke tingkat pertumbuhan ekonomi output yang tinggi hanya jika kondisi steady-state dicapai. Saat perekonomian berada pada kondisi steady-state, tingkat pertumbuhan output per pekerja hanya bergantung pada tingkat perkembangan teknologi. Hanya perkembangan teknologi yang bisa menjelaskan peningkatan standar of living yang berkelanjutan. Model solow diawali dari fungsi produksi Y/L = F(K/L) dan dituliskan sebagai y = f(k), dimana y = Y/L dan k = K/L produksi ini menunjukkkan bahwa jumlah output per pekerja (Y/L) adalah fungsi dari jumlah modal per pekerja (K/L) fungsi produksi mengasumsikan diminishing return terhadap modal yang mencerminkan dari kemiringan dari fungsi produksi tersebut. Kemiringan fungsi produksi menggambarkan produk marjinal modal {marginal product of capital) yang menggambarkan banyaknya output tambahan yang dihasikan seorang pekerja ketika mendapatkan satu unit modal tambahan ( Mankiw, 2007). Model solow secara matematis sebagai berikut:
Ak=sf(k)-(n+5+g)k (2.1) dimana :
y = f(k) = F(K/L)
n = tingkat pertumbuhan penduduk
5 = depresiasi
k = modal per pekerja = K/L
y = output per pekerja = Y/L
s = tingkat tabungan
g = tingkat perkembangan teknologi yang mengoptimalkan tenaga kerja
Pada model Solow tanpa perkembangan teknologi, perubahan modal per pekerja ditentukan oleh tiga variabel berikut, yaitu investasi (s), pertumbuhan penduduk (n) dan depresiasi atau penyusutan (5). Dalam kondisi steady-state, Ak harus sama dengan nol sehingga sf(k) = (n+ 5)k,
sf(k) = (n + 5+ g) k (2.2)
Pada kondisi steady-state, output per tenaga kerja dan konsumsi per tenaga kerja masing- masing adalah
y = /(*)
(2.3A) C = y-i
= f(k)-sf(k)
= f(k)-(n + 5 + g)k (2.3B)
Pada kondisi golden-rule, diketahui bahwa produk marginal modal per tenaga kerja adalah
Secara grafik, model pertumbuhan solow( tanpa perkembangan teknologi)
i = sf(k)

Sumber: N.Gregory Mankiw (MakroEkonomi edisi delapan )
Gambar 2.1. Model Pertumbuhan Solow
Jika sf (k) > (n+ 5+g)k , atau jika tabungan lebih besar daripada tingkat pertumbuhan penduduk ditambah tingkat depresiasi dan kemajuan teknologi, maka modal per pekerja (k) akan naik. Kondisi ini dikenal sebagai capital deepening. Sementara capital widening merujuk pada kondisi saat modal meningkat pada tingkatan yang hanya cukup untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk dan depresiasi.
Pada kondisi steady-state, output per pekerja adalah konstan. Namun demikian, output total tumbuh dengan kecepatan sama dengan pertumbuhan penduduk, yaitu n. Apabila modal per pekerja lebih kecil dari modal pekerja steady- state atau tabungan lebih besar dari modal yang dibutuhkan maka modal per pekerja naik menuju modal per pekerja steady state.
Ini menunjukkan capital deepening dan mendorong peningkatan output per pekerja. Apabila modal per pekerja lebih besar dari modal per pekerja steady state atau tabungan lebih kecil dari modal yang dibutuhkan maka modal per pekerja turun menuju modal per pekerja steady-state.
y = Y/L
Sumber: N.Gregory Mankiw ( MakroEkonomi edisi delapan )
Gambar 2.2. Model Pertumbuhan Solow Dengan Perubahan pada Tingkat Tabungan Apabila tingkat tabungan (s) naik maka modal per pekerja steady-state naik. Peningkatan modal per pekerja (k) akan meningkatkan output per tenaga kerja (y) dan konsumsi per pekrja (c).
y = "Y7L
Sumber: N.Gregory Mankiw (MakroEkonomi edisi delapan)
Gambar 2.3. Model Pertumbuhan Solow dengan Perubahan pada Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk pada grafik diatas, kenaikan tingkat pertumbuhan penduduk dari n ke nl menghasilkan garis capital widening bam (nl+d). Kondisi steady-state tingkat per pekerja yang lebih rendah dibandingkan kondisi steady-state awal titik B, memiliki tingkat modal per pekerja yang lebih rendah dibandingkan kondisi steady-state awal di titik A. Model Solow memprediksi bahwa perekonomian dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi akan memiliki tingkat modal per pekerja yang lebih rendah dan karenanya pendapatan yang lebih rendah pula.
Ada dua masalah dalam perhitungan besarnya perbedaan pendapatan berdasarkan perbedaan modal. Pertama , perbedaan modal yang dibutuhkan adalah terlalu besar. Tidak ada bukti mengenai perbedaan pada stok modal. Kenyataan bahwa rasio modal-output adalah konstan terhadap waktu. Kedua, adalah perbedaan dalam output untuk modal yang berbeda tanpa perbedaan tenaga kerja efektif akan berimplikasi pada keragaman yang sangat besar pada tingkat pengembalian terhadap modal. Jika pasar bersifat kompetitif, tingkat pengembanlian terhadap modal adalah sama dengan produk marginal, f(k) dikurangi depresiasi.
2.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Pemerintah Versi Keynes
Teori yang membahas mengenai hubungan pengeluaran pemerintah dengan pertumbu- han ekonomi diuraikan panjang lebar dalam The General Theory Keynes. Teori ini menguraikan bahwa pendapatan total perekonomian dalam jangka pendek, sangat ditentukan oleh keinginan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah untuk membelanjakan pendapatannya. Untuk memodelkan pandangan Keynesian mengenai pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertum- buhan ekonomi ini diilustrasikan dengan pemodelan yang disebut perpotongan Keynesian (Mankiw, 2007), seperti yang ditunjuk- kan pada gambar 1.
Kenaikan Pengeluaran pemerintah (AG)
Pengeluaran akttal
Pengeluarar yang direncanakan
Meningkatkan pendapatan sebesar:
AG -MFC
If
S-3
Yi
Output (Y)
Gambar 2.4. Perpotongan Keynesian, Pergeseran ke atas dalam
Pengeluaran Pemerintah yang Direncanakan Sebesar AG Meningkatkan Output Sebesar AG/(1-MPC)
= l+MPC+MPC2 +MPC3 = 1 /(I -MPC)
Besarnya kenaikan output sebagai dampak dari kenaikan pengeluaran peme- rintah disebut pengganda pembelian peme- rintah (Government purchases multiplier) yang diukur dengan rasio AY/AG. Implikasi dari perpotongan Keynesian adalah bahwa kenaikan output (AY) lebih besar dari kenaikan pengeluaran pemerintah (AG), hal ini di sebabkan karena adanya efek berantai yang ditimbulkan dari peningkatan penge- luaran pemerintah. Proses ini bermula dari perubahan awal pengeluaran pemerintah sebesar AG meningkatkan output AY sebesar AG, pen ingkatan output atau pendapatan ini selanjutnya meningkatkan konsumsi masya- rakat sebesar MPC x AG, di mana MPC {Marginal Propensity to Consume) adalah kecenderungan mengkonsumsi marginal. Kenaikan dalam pendapatan yang kedua ini sekali lagi meningkatkan konsumsi sekarang sebesar MPC x (MPC x AG) dan seterusnya, sehingga angka pengganda ini merupakan seri geometri tidak terhingga. Secara aljabar pengganda pemerintah ini dapat dituliskan:
AY
AG
AY AG
AY 1
AG
AG I-MPC (2.7)
Selanjutnya menurut (Loizides,et,al, 2005) menunjukkan bahwa pertumbuhan substansial dari besaran pengeluaran pemerintah baik di negara maju maupun pada negara berkembang ini sejak Perang Dunia II, dan pengaruhnya pada pertumbuhan ekonomi j angka panjang (atau sebaliknya), telah banyak
menjadi subyek penelitian. Di sisi lain, studi pembiayaan publik telah diarahkan untuk mengidentifikasikan penye- bab pertumbuhan sektor publik. Hukum Wagner mengenai pengeluaran publik adalah salah satu usaha paling awal yang menekankan pertumbuhan ekonomi sebagai determinan mendasar dari pertumbuhan sektor publik. Sejumlah studi menemukan hubungan positif yang nyata antara pertumbuhan sektor publik dan pertumbuhan ekonomi hanya untuk negara berkembang tetapi bukan pada negara maju, yang lainnya malahan melaporkan hubungan negatif antara pembe- lanjaan pemerintah dan GNP.
2.4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern
Meliputi teori pertumbuhan Rostow, Kuznet, dan Teori Harrod-Domar. Menurut Rostow (dalam Suryana, 2000 : 60) pembangunan ekonomi adalah suatu transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern, melalui tahapan: masyarakat tradisional, prasyarat lepas landas, lepas landas, tahap kematangan dan masyarakat berkonsumsi tinggi.
Kuznet (dalam Suryana, 2000 : 61) mendefmisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kemampuan jangka panjang untuk menyediakan berbagai jenis barang ekonomi yang terus meningkat kepada masyarakat. Kemampuan ini tumbuh atas dasar kemajuan teknologi, institusional dan ideologis yang diperlukannya.
Harrod-Domar (dalam Suryana, 2000 : 62) mengembangkan analisa Keynes yang menekankan tentang perlunya penanaman modal dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Setiap usaha ekonomi harus menyelamatkan proporsi tertentu dari pendapatan nasional yaitu untuk menambah stok modal yang akan digunakan dalam investasi baru. Menurut Harrod-Domar terdapat hubungan

TESIS PENGARUH PERILAKU APARAT TERHADAP KUALITAS LAYANAN PUBLIK

TESIS PENGARUH PERILAKU APARAT TERHADAP KUALITAS LAYANAN PUBLIK

Wednesday, March 30, 2016
T-(0108) TESIS PENGARUH PERILAKU APARAT TERHADAP KUALITAS LAYANAN PUBLIK


BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Tugas dan Fungsi Pemerintah
Pemerintah merupakan suatu gejala yang berlangsung dalam kehidupan bermasyarakat yaitu hubungan antara manusia dengan setiap kelompok termasuk dalam keluarga. Masyarakat sebagai suatu gabungan dari sistem sosial, akan senantiasa menyangkut dengan unsur-unsur pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti keselamatan, istirahat, pakaian dan makanan. Dalam memenuhi kebutuhan dasar itu, manusia perlu bekerja sama dan berkelompok dengan orang lain; dan bagi kebutuhan sekunder maka diperlukan bahasa untuk berkomunikasi menurut makna yang disepakati bersama, dan institusi sosial yang berlaku sebagai kontrol dalam aktivitas dan mengembangkan masyarakat.
Kebutuhan sekunder tersebut adalah kebutuhan untuk bekerjasama, menyelesaikan konflik, dan interaksi antar sesama warga masyarakat. Dengan timbulnya kebutuhan dasar dan sekunder tersebut maka terbentuk pula institusi sosial yang dapat memberi pedoman melakukan kontrol dan mempersatukan (integrasi) anggota masyarakat (Malinowski dalam Garna, 1996 : 55). Untuk membentuk institusi-institusi tersebut, masyarakat membuat kesepakatan atau perjanjian diantara mereka, yang menurut Rosseau (terjemahan Sumardjo, 1986 : 15) adalah konflik kontrak sosial (social contract). Adanya kontrak sosial tersebut selanjutnya melahirkan kekuasan dan institusi pemerintahan.
Lahirnya pemerintahan pada awalnya adalah untuk menjaga suatu si stem ketertiban di dalam masyasrakat, sehingga masyarakat tersebut bisa menjalankan kehidupan secara wajar. Seiring dengan perkembangan masyarakat modern yang ditandai dengan meningkatnya kebutuhan, peran pemerintah kemudian berubah menjadi melayani masyarakat. Pemerintah modern, dengan kata lain pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah tidaklah diadakan untuk melayani diri sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya demi mencapai kemajuan bersama (Rasyid, 2000 : 13). Osborne dan Gaebler (terjemahan Rosyid, 2000 : 192) bahkan menyatakan bahwa pemerintah yang demokratis lahir untuk melayani warganya dan karena itulah tugas pemerintah adalah mencari cara untuk menyenangkan warganya.
Dengan demikian lahirnya pemerintahan memberikan pemahaman bahwa kehadiran suatu pemerintahan merupakan manifestasi dari kehendak masyarakat yang bertujuan untuk berbuat baik bagi kepentingan masyarakat, bahkan Van Poelje (dalam hamdi, 1999 : 52) menegaskan bahwa pemerintahan dapat dipandang sebagai suatu ilmu yaitu yang mengajarkan bagaimana cara terbaik dalam mengarahkan dan memimpin pelayanan umum. Defenisi ini menggambarkan bahwa pemerintahan sebagai suatu ilmu mencakup 2 (dua) unsur utama yaitu : pertama, masalah bagaimana sebaiknya pelayanan umum dikelola, jadi termasuk seluruh permasalahan pelayanan umum, dilihat dan dimengerti dari sudut kemanusiaan; kedua, masalah bagaimana sebaiknya memimpin pelayanan umum, jadi tidak hanya mencakup masalah pendekatan yaitu bagaimana sebaiknya mendekati masyarakat oleh para pengurus, dengan pendekatan terbaik, masalah hubungan antara birokrasi dengan masyarakat, masalah keterbukaan juga keterbukaan yang aktif dalam hubungan masyarakat, permasalahan psikologi sosial dan sebagainya.
Uraian tersebut menjelaskan juga bahwa suatu pemerintahan hadir karena adanya suatu komitmen bersama yang terjadi antara pemerintahan hadir Karena adanya suatu komitmen bersama yang terjadi antara pemerintah dengan rakyatnya sebagai pihak yang diperintah dalam suatu posisi dan peran, yang mana komitmen tersebut hanya dapat dipegang apabila rakyat dapat merasa bahwa pemerintah itu memang diperlukan untuk melindungi, memberdayakan dan mensej ahterakan rakyat. Ndraha (2000 : 70) mengatakan bahwa pemerintah memegang pertanggungjawaban atas kepentingan rakyat. Lebih lanjut Ndraha juga mengatakan bahwa pemerintah adalah semua beban yang memproduksi, mendistribusikan, atau menjual alat pemenuhan kebutuhan masyarakat berbentuk jasa publik dan layanan civil.
Sejalan dengan itu, Kaufman (dalam Thoha, 1995 : 101) menyebutkan bahwa:
Tugas pemerintahan adalah untuk melayani dan mengatur masyarakat. Kemudian dijelaskan lebih lanjut bahwa tugas pelayanan lebih menekankan upaya mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik dan memberikan kepuasan kepada publik, sedangkan tugas mengatur lebih menekankan kekuasaan power yang melekat pada posisi jabatan birokrasi.
Pendapat lain dikemukakan oleh Rasyid (2000 : 13) yang menyebutkan secara umum tugas-tugas pokok pemerintahan mencakup:
Pertama, menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan dari luar, dan menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang dapat menggulingkan pemerintahan yang sah melalui cara-cara kekerasan.
Kedua, memelihara ketertiban dengan mencegah terjadinya gontok-gontokan diantara warga masyarakat, menjamin agar perubahan apapun yang terjadi di dalam masyarakat dapat berlangsung secara damai.
Ketiga, menjamin diterapkannya perlakuan yang adil kepada setiap warga masyarakat tanpa membedakan status apapun yang melatarbelakangi keberadaan mereka.
Keempat, melakukan pekerjaan umum dan memberikan pelayanan dalam bidang-bidang yang tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga non pemerintahan, atau yang akan lebih baik jika dikerjakan oleh pemerintah.
Kelima, melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial: membantu orang mi skin dan memelihara orang cacat, jompo dan anak terlantar: menampung serta menyalurkan para gelandangan ke sektor kegiatan yang produktif, dan semacamnya.
Keenam, menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas, seperti mengendalikan laju inflasi, mendorong penciptaan lapangan kerja baru, memajukan perdagangan domestic dan antar bangsa, serta kebijakan lain yang secara langsung menjamin peningkatan ketahanan ekonomi negara dan masyarakat.
Ketujuh, menerapkan kebijakan untuk memelihara sumber daya alam dan lingkungan hidup hidup, seperti air, tanah dan hutan.
Lebih lanjut di bagian lain Rasyid (2000 : 59), menyatakan bahwa tugas-tugas pokok tersebut dapat diringkas menjadi 3 (tiga) fungsi hakiki yaitu: pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment), dan pembangunan (development). Pelayanan akan membuahkan keadilan dalam masyarakat, pemberdayaan akan mendorong kemandirian masyarakat, dan pembangunan akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat.
Oleh Ndraha (2001 : 85), fungsi pemerintahan tersebut kemudian diringkus menjadi 2 (dua) macam fungsi, yaitu:
Pertama, pemerintah mempunyai fungsi primer atau fungsi pelayanan (service), sebagai provider jasa publik yang baik diprivatisasikan dan layanan civil termasuk layanan birokrasi.
Kedua, pemerintah mempunyai fungsi sekunder atau fungsi pemberdayaan (empowerment), sebagai penyelenggara pembangunan dan melakukan program pemberdayaan.
Dengan begitu luas dan kompleksnya tugas dan fungsi pemerintahan, menyebabkan pemerintah harus memikul tanggung jawab yang sangat besar. Untuk mengemban tugas yang berat itu, selain diperlukan sumber daya, dukungan lingkungan, dibutuhkan institusi yang kuat yang didukung oleh aparat yang memiliki perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat dan pemerintahan. Langkah ini perlu dilakukan oleh pemerintah, mengingat dimasa mendatang perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat akan semakin menambah pengetahuan masyarakat untuk mencermati segala aktivitas pemerintahan dalam hubungannya dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat.
2.2 Kualitas Layanan Publik 2.2.1 Pengertian Kualitas
Menurut Vincent Gaspersz (1997 : 4) pengertian tentang kualitas dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu defenisi konvensional dan defenisi strategic. Defenisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti: performansi (performance), keandalan (reability), mudah dalam penggunaan (easy of use), estetika (esthetics) dan sebagainya.
Sedangkan defenisi strategic menyatakan bahwa kualitas adalah segala yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the nedds of costumers). Dengan mengacu kepada kedua defenisi tersebut menurut Gaspersz (1997 : 5) mengatakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu pada keistimewaan pokok, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan dan kepuasan pelanggan serta segala sesuatu yang bebas dari kekurangan dan kerusakan.
Sedangkan Tjiptono (1996 : 51) mengatakan, secara spesifik tidak ada defenisi mengenai kualitas yang diterima, namun secara universal, dari defenisi yang ada terdapat beberapa persamaan, yaitu:
1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebih harapan pelanggan
2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan.
3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu merubah (misalnya apa yang
dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang).
Lebih lanjut Tjiptono (1996 : 51) mengatakan bahwa: Konsep kualitas sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk barang atau jasa yang terdiri dari atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu produk mampu memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan. Pada kenyataannya aspek ini bukanlah satu-satunya aspek kualitas.
Dengan berdasarkan elemen-elemen tersebut, Goetsch dan Davis (dalam Tjipto, 1996 : 51) membuat defenisi mengenai kualitas yang lebih luas cakupannya: "Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Garvin (dalam Lovelock, 1994 ) dapat memahami perbedaan pengertian kualitas dari berbagai ahli, karena itu Garvin mengelompokkan pengertian kualitas tersebut dalam lima perspektif ini bisa menjelaskan mengapa kualitas bisa diartikan secara beraneka ragam oleh orang yang berada dalam situasi yang berbeda pula. Kelima macam perspektif kualitas yang dikemukakan Garvin tersebut adalah:
1. Transendental Approach, yang memandang kualitas sebagai innate excellence, dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefenisikan dan dioprasionalkan.
2. Product based approach, yang menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantfikasikan dan dapat di ukur.
3. User based approach, yang memandang bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan menurut preferensi seseorang merupakan produk yang paling berkualitas paling tinggi.
4. Manufacturing based approach, yang memandang bahwa kualitas sebagai kesesuaian/sama dengan persyaratan (conformance to requirements). Dalam sektor jasa, dapat dikatakan bahwa kualitas
bersifat operations driven.
5. Value based approach, yang memandang kualitas dari segi nilai dan harga dengan mempertimbangkan trade off antara kinerja dan harga, kualitas didefenisikan sebgai "affordable excellence".
Selanjutnya Triguno (1997 : 76) mengartikan kualitas sebagai:
"Standard yang harus dicapai oleh seorang/kelompok/lembaga/organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, proses dan hasil kerja atau produk yang berupa barang dan jasa. Berkualitas mempunyai arti memuaskan kepada yang dilayani, baik internal maupun eksternal, dalam arti optimal pemenuhan atas tuntutan/persyaratan pelanggan/masyarakat."
Kualitas pada dasarnya terkait dengan pelayanan yang terbaik, yaitu suatu sikap atau cara kerja aparat dalam melayani pelanggan atau masyarakat secara memuaskan. Menurut Triguno (1997 : 78) pelayanan/penyampaian yang terbaik, yaitu "melayani setiap saat, secara cepat, dan memuaskan, berlaku sopan, ramah dan menolong, serta professional, dan mampu". Menurut Wyckof (dalam Tjiptono, 1996 : 59) "kualitas jasa/layanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan". Ini berarti, bila jasa/layanan yang diterima (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa/layanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa/layanan dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal, sebaliknya bila jasa/layanan yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas jasa atau layanan akan dipersepsikan buruk.

TESIS HUBUNGAN ALOKASI DANA DESA DENGAN PEMBANGUNAN DESA

TESIS HUBUNGAN ALOKASI DANA DESA DENGAN PEMBANGUNAN DESA

Wednesday, March 30, 2016
T-(0107) TESIS HUBUNGAN ALOKASI DANA DESA DENGAN PEMBANGUNAN DESA


BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Alokasi Dana Desa
Alokasi Dana Desa atau ADD adalah bagian keuangan Desa yang diperoleh dari Bagi Hasil Pajak Daerah dan Bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh kabupaten. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa pada Pasal 18 bahwa Alokasi Dana Desa berasal dari APBD Kabupaten/Kota yang bersumber dari bagian Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10 % (sepuluh persen). Menurut Peraturan Daerah Kabupaten LangkatNomor 10 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disingkat APBDES adalah Rencana Keuangan Tahunan Desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa dan Dana Alokasi Desa terdapat pada Bantuan Keuangan Pemerintah Kabupaten sebagaimana dimaksud ayat (5) pasal 10 Peraturan Daerah ini meliputi:
1. Tunj angan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD)
2. Alokasi Dana Desa (ADD)
3. Penyisihan Pajak dan Retribusi Daerah
4. Sumbangan Bantuan lainnya dari Kabupaten
Dengan sasaran Alokasi Dana Desa (ADD) yang dibagikan kepada 277 desa di 23 kecamatan Kabupaten Langkat. Pembagian Alokasi Dana Desa (ADD) dapat dilihat berdasarkan Variabel Independen utama dan Variabel Independen tambahan dengan rincian sebagai berikut:
1. Asas Merata adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa (ADD) yang sama untuk di setiap Desa atau yang disebut dengan Alokasi Dana Desa (ADD) minimal. Alokasi Dana Desa (ADD) Variabel Independen utama sebesar 70% dan Variabel Independen Tambahan 30%.
2. Asas Adil adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa (ADD) yang dibagi secara proporsional untuk di setiap Desa berdasarkan Nilai Bobot Desa yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu atau Alokasi Dana Desa (ADD) Proporsional (ADDP), Variabel Proporsional Utama sebesar 60% dan Variabel Proporsional Tambahan sebesar 40%. Variabel Independen Utama adalah Variabel yang dinilai terpenting untuk menentukan nilai bobot desa. Variabel Utama ditujukan untuk mengurangi kesenjangan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan dasar umum antar desa secara bertahap dan mengatasi kemiskinan strukturan masyarakat di desa. Variabel Independen Utama meliputi sebagai berikut:
1. Indikator kemiskinan
2. Indikator Pendidikan Dasar
3. Indikator Kesehatan
4. Indikator Keterjangkauan Desa
Variabel Tambahan merupakan Variabel yang dapat ditambahkan oleh masing-masing daerah yang meliputi sebagai berikut :
1. Indikator Juml ah Penduduk
2. Indikator Luas Wilayah
3. Indikator Potensi Ekonomi (PBB)
4. Indikator Jumlah Unit Komunitas (Dusun)
2.1.1 Pengelolaan Alokasi Dana Desa
Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Pengelolaan Keuangan Desa dalam APBDesa oleh karena itu dalam Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa (ADD) harus memenuhi Prinsip Pengelolaan Alokasi Dana Desa sebagai berikut:
1. Seluruh kegiatan yang didanai oleh Alokasi Dana Desa (ADD) direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dengan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat.
2. Seluruh kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan secara administrative, teknis dan hukum.
3. Alokasi Dana Desa (ADD) dilaksanakan dengan menggunakan prinsip hemat, terarah dan terkendali.
4. Jenis kegiatan yang akan dibiayai melalui Alokasi Dana Desa (ADD) sengat terbuka untuk meningkatkan sarana Pelayanan Masyarakat berupa Pemenuhan Kebutuhan Dasar, Penguatan Kelembagaan Desa dan kegiatan lainnya yang dibutuhkan Masyarakat Desa yang diputuskan melalui
Musyawarah Desa.
5. Alokasi Dana Desa (ADD) harus dicatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) dan proses penganggarannya mengikuti mekanisme yang berlaku.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan kelancaran Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dibentuk Pelaksana Kegiatan Tingkat Desa, Tim Fasilitasi Tingkat Kecamatan dan Tim Pembina Tingkat Kabupaten. Pelaksana Kegiatan Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) sebagai berikut : 2.1.2 Pelaksana Kegiatan Tingkat Desa
Di Desa Pelaksana Kegiatan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa, dengan Susunan sebagai berikut :
1. Penanggungjawab : Kepala Desa atau pelaksana Tugas Kepala Desa dari Perangkat Desa yang disetujui oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau Selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa (PKPKD).
2. Pelaksaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) : Sekretaris Desa dan Perangkat Desa.
3. Sekretaris Desa : Koordinator Pelaksanaan Keuangan Desa
4. Bendahara Desa : Perangkat Desa yang ditunjuk oleh melalui Surat Keputusan (SK) Kepala Desa (Penanggungjawab Administrasi Keuangan).
5. Ketua Perencana dan Pelaksana Partisipatif Pembangunan: Ketua Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).
6. Pelaksana Kegiatan Dan Pemberdayaan Perempuan : Tim Penggerak PKK
Desa.
Tugas Penanggungjawab /Selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa (PKPKD) sebagai berikut :
1. Menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanj a Desa (APBDesa) dan Perencanaan Penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) yang melibatkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD),Tim Penggerak PKK dan Lembaga lainnya, untuk
membahas masukan dan usulan-usulan yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanj a Desa (APBDesa) dan Rencana Kegiatan Desa (DRK) yang dibiaya dari Alokasi Dana Desa (ADD).
2. Mensosialisasikan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanj a Desa (APBDesa) melalui rapat/pertemuan untuk mendapat tanggapan masyarakat tentang Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanj a Desa (APBDesa).
3. Mempertanggungjawabkan semua kegiatan baik yang dibiaya dari Pendapatan Asli Desa (PAD) dan yang dibiayai dari Alokasi Dana Desa (ADD).
4. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan di Desa.
5. Menetapkan Keputusan Kepala Desa tentang Tim Pelaksana Kegiatan di Desa.
6. Menyampaikan laporan realisasi perkembangan fisik, pertanggungjawaban keuangan Desa serta laporan swadaya masyarakat secara berjenjang kepada Tim Fasilitasi Tingkat Kecamatan dan Tim Pembina Kabupaten.
7. Menetapkan Kebijakan tentang Pelaksana APBDesa.
8. Menetapkan Kebijakan tentang Pengelolaan Barang Desa.
9. Menetapkan Bendahara Desa.
10. Menetapkan Petugas yang melakukan Pemungutan Penerimaan Desa.
11. Menetapkan Petugas yang melakukan Pengelolaan Barang Milik Desa.
Tugas Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) sebagai
berikut :
1. Mengkoordinasikan Kegiatan pada Penanggungj awab Kegiatan.
2. Mengkoordinasikan Pelaksanaan Kegiatan kepada Tim Fasilitasi Tingkat Kecamatan.
3. Menyampaikan laporan kegiatan baik fisik dan keuangan kepada Penanggungj awab kegiatan.
Tugas Sekretaris sebagai berikut:
1. Menyusun dan Melaksanakan Pengelolaan APBDesa.
2. Menyusun dan Melaksanakan Pengelolaan Barang Desa.
3. Menyusun Raperdes APB Desa, Perubahan APBDesa dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa.
4. Menghimpun Rancangan Keputusan Kepala Desa tentang Pelaksanaan Peraturan Desa.
5. Membantu Penanggungj awab dalam menyusun rencana kegiatan yang dibiayai oleh Alokasi Dana Desa (ADD) yang dituangkan pada Rencana Kegiatan Anggaran ( RKA ) dan dijabarkan dalam APBDesa.
6. Membantu mengkoordinasikan tugas penanggungj awab.
7. Melaksanakan pelayanan tekhnis Administrasi kepada Tim Fasilitasi Tingkat Kecamatan dan Tim Pembina Tingkat Kabupaten.
8. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai oleh Alokasi Dana Desa (ADD). Tugas Bendahara Desa sebagai berikut :
1. Membuka Rekening Desa bersama Kepala Desa atas nama Pemerintahan Desa yang bersangkutan.
2. Membuka Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama Pemerintah Desa.
3. Membukukan penerimaan dan pengeluaran uang disertai dengan bukti-bukti pendukung dan memelihara bukti-bukti.
4. Menyimpan dan memelihara semua arsip, dan segala transaksi keuangan, buku keuangan sebagai bahan pemeriksaan Pada buku Kas Umum.
5. Menyusun Anggaran kegiatan.
6. Menyetorkan Pajak.
7. Menyampaikan laporan keuangan kepada Penanggung jawab.
Tugas Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) sebagai Wadah Perencana dan Pelaksana Partisipasi pembangunan :
1. Bersama Kepala Desa selaku Penanggungjawab Kegiatan memfasilitasi kegiatan-kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan Pembangunan Fisik dan non fisik yang dibiayai baik oleh Alokasi Dana Desa (ADD) atau dari Pihak ke Tiga.
2. Memberdayakan bersama Ketua T.P.PKK dalam membina Lembaga Pemberdayaan Posyandu di Desa.
3. Mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan bidang tugasnya.
4. Menyusun Tahapan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan.
5. Merekapitulasi hasil-hasil kegiatan pelaksana teknis.
6. Menggerakkan swadaya dan parti spasi masyarakat.
7. Melaporkan secara berkala hasil pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Desa selaku Penanggungjawab kegiatan.
8. Ketua Pelaksana Kegiatan bertanggungjawab kepada Kepala Desa.
Tugas Tim Penggerak PKK selaku Ketua Pemberdayaan dan
Kesejahteraan Keluarga sebagai berikut :
1. Bersama Kepala Desa selaku Penanggungjawab Kegiatan memfasilitasi kegiatan-kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan Kegiatan pemberdayaan Perempuan.
2. Bersama Ketua LKMD membina perkembangan LPP Posyandu.
3. Mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan bidang tugasnya.
4. Menyusun Tahapan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan.
5. Merekapitulasi hasil-hasil kegiatan pelaksana teknis.
6. Menggerakkan swadaya dan parti spasi masyarakat.
7. Melaporkan secara berkala hasil pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Desa selaku Penanggungjawab kegiatan.
2.1.3 Tim Fasilitasi Tingkat Kecamatan
Di kecamatan di bentuk Tim Fasilitasi Tingkat Kecamatan yang ditetapkan dengan Keputusan Camat, dengan susunan sebagai berikut :
Penanggung Jawab : Camat
Ketua : Kepala Seksi PMD.
Anggota : 1. Ketua T.P.PKK Kecamatan
2. Staf PMD Kecamatan.
3. Instansi Terkait Kecamatan.
Tugas Tim Fasilitasi Tingkat Kecamatan sebagai berikut :
1. Memfasiltasi Pemerintah Desa dalam menyusun Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (RAPBDesa) dan menghadiri Pelaksanakan Musyawarah Rencana Pembangunan Desa.
2. Melaksanakan kegiatan Fasilitasi dan Pembinaan, Pengawasan,
Pemantauan, Penelitian dan memverifikasi kelayakan kegiatan Desa yang dibiayai oleh Alokasi Dana Desa (ADD).
3. Mensosialisasikan secara luas tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
4. Camat selaku Penangungjawab memverifikasi Usulan Rencana Kegiatan
Desa (RKD) dan Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Desa.
5. Mengadakan Monitoring dan Pengendalian Kegiatan Alokasi Dana Desa (ADD).
6. Membantu Menyusun dan Rekapitulasi Laporan Kemajuan Kegiatan Fisik dan Pelaporan Keuangan.

TESIS TINGKAT TUTUR BAHASA JAWA DALAM PROGRAM BERITA

TESIS TINGKAT TUTUR BAHASA JAWA DALAM PROGRAM BERITA

Monday, March 28, 2016
T-(0106) TESIS TINGKAT TUTUR BAHASA JAWA DLM PROGRAM BERITA


BAB II
 TINJAUAN PUSTAKA


A. Kajian Teori
Pada bagian ini akan akan disajikan kajian teori meliputi; televisi di Indonesia, TATV, bahasa berita, Kabar Awan, kajian tingkat tutur terdahulu, jenis leksikon, bentuk tingkat tutur bahasa Jawa, pola pemilihan bentuk tingkat tutur, dan pola pemilihan leksikon
1. Televisi di Indonesia
Dalam bahasa Inggrisnya Televisi ini disebut dengan televison. Istilah "Television" berasal dari bahasa Yunani : Tele artinya : far, off, jauh. Ditambah dengan vision yang berasal dari bahasa Latin vision, yang artinya to see, melihat. Jadi artinya secara harfiah, melihat jauh. Ini sesuai dengan existensi dari pada siaran TV dari Jakarta, kita bisa lihat di rumah kita di Bandung. (Palapah, M.O. Drs., Syamsudin, Atang, Drs., 1983. Studi ilmu Komunikasi. Bandung : Fakultas Ilnu komunikasi Universitas Padjajaran, hal. 83.)
Di Indonesia tonggak pertelivisian diawali dengan hadirnya televisi pemerintah, TVRI pada tahun 1962. Pada perkembangannya TVRI menjadi alat strategis pemerintahan dalam banyak kegiatan, mulai dari kegiaan sosial hingga kegiatan-kegiatan politik. Selama beberapa dekade TVRI memegang monopoli penyiaran di Indonesia, dan menjadi "corong" pemerintah. (Dalam, Menanggung jawab sosial Televisi, penulis Ruspadia Saktiyanti Jahja dan Muhamad Irvan, diterbitkan Ford Foundation, Januari 2006). Pada tahun 1988 mulai hadir televisi swasta yang dipelopori oleh RCTI dan diikuti oleh televisi-televisi swasta yang lain seperti SCTV, TPI, ANTV, INDOSIAR, LATIVI, TRANSTV, TV7, dan GLOBAL TV pada tahun - tahun selanjutnya. Semua televisi swasta tersebut adalah televisi yang dapat dinikmati secara nasional sehingga dapat disebut televisi nasional. Selain televisi nasional, di Indonesia dikenal pula televisi lokal. Televisi lokal hanya dapat dinikmati oleh masyarakat yang tinggal di kota atau profinsi dimana televisi lokal tersebut berdiri. Televisi lokal kini banyak bermunculan di kota-kota atau provinsi-provinsi di Indonesia. Sebagai contohnya adalah JTV di Surabaya Jawa Timur, Bali TV lalu Riau Tv, TV Manado. Namun perkembangan TV lokal di daerah semakin meningkat bak jamur di musim hujan. Di Banten Propinsi yang baru seumur jagung telah bersiaran, Cahaya TV Banten di Tangerang dan Banten TV di Serang. Menyusul Carita TV, Bayah TV dan Pandeglang Televisi. Sedangkan di Jawa tengah dan Jogjakarta dikenal Jogja TV dan TATV di Solo.
2. TATV
Terang Abadi TV (TATV) adalah pionir siaran televisi lokal di Solo Raya yang berada di bawah naungan PT. Televisi Terang Abadi. Dengan tag-line TATVMANTEB!! (masa kini dan tetap berbudaya), stasiun televisi yang lahir pada bulan September 2004 di Solo ini selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa tengah (Solo) dan sekitarnya serta Daerah Istimewa Yogyakarta pada khususnya yaitu kebutuhan akan informasi dan hiburan.
Hingga saat ini, wilayah cakupan TATV mencapai Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Bantul, Kulon Progo, Gunung Kidul, Magelang, Kota Surakarta (Solo), Kabupaten Klaten, Boyolali, Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar, Klaten, Sebagian Pati, Kudus, Wonosobo, Temanggung, dan Ngawi. Sebagai stasiun televisi yang saat ini memiliki delapan belas jam penyiaran per hari sejak pukul 06.00-00.00 WIB, TATV memenuhi pola 60 persen in house program yang terdiri dari acara on air dan off air serta tayangan langsung dan outdoor event. TATV yang beroperasi di channel 50 UHF pada frekuensi 703.25 MHZ ini memiliki program daerah yang kuat. Beberapa program acara seperti, Live Obloran Forum Solusi, Interaktif live dalam Jagongan Pasar Gede, Campursari, Warna-Warni, TTC, Game show, Surakarta Hari Ini, Jogja Hari Ini, Kabar Wengi, Kabar Awan, dan masih banyak lagi merupakan program-program favorit pemirsa.
3. Kabar Awan
Kabar Awan merupakan salah satu program unggulan di TATV. Program ini disiarkan dalam format berita yang berdurasi 60 menit. Kabar Awan ditayangkan secara langsung pada pukul 12.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB. Acara ini mempunyai target audience masyarakat Solo dan sekitarnya khususnya pria dan wanita yang berusia 15 tahun keatas. Keunikan program berita Kabar Awan adalah pengemasan acara yang berupa program live news yang menampilkan 9 berita pilihan yang bisa dipilih oleh pemirsa secara langsung dan pemirsa bisa memberikan komentar serta opini yang disampaikan dengan menggunakan bahasa Jawa sehari-hari.
Kabar Awan banyak diminati oleh masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya warga Solo dan sekitarnya yang mencoba berinterakasi melalui telepon untuk memilih berita dan memberikan komentar atau opininya.
Banyak hal yang menarik untuk diamati di berita Kabar Awan. Selain berita-beritanya yang aktual, juga penggunaan bahasanya. Banyak fenomena bahasa yang menarik untuk dicermati diantaranya adalah penggunaan ragam ngoko dan ragam krama dalam bahasa Jawa.
4. Kajian Tingkat Tutur Terdahulu
Pembahasan mengenai tingkat tutur telah banyak dilakukan oleh para ahli bahasa. Sasangka di dalam bukunya Unggah-ungguh Bahasa Jawa (2007) mengungkapkan beberapa buku atau beberapa penulis yang pernah membahas unggah-ungguh atau undha-usuk dalam bahasa Jawa. Di antaranya adalah Karti Basa yang disusun oleh Jawatan Kementrian Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan (1946), Tingkat Tutur Bahasa Jawa yang disusun oleh Poedjasoedarmo dkk. (1979), dan Kaidah Penggunaan Ragam Krama Bahasa Jawa yang disusun oleh Ekowardono dkk. (1993). Ketiga buku itu dianggap mewakili zamannya masing-masing. Konsep dasar dalam ketiga buku itu diungkapkan dalam uraian berikut.
a. Kajian terhadap Karti Basa
Dalam Karti Basa terbitan Kementrian PP dan K (1946: 64-84) disebutkan bahwa unggah-ungguh bahasa Jawa (buku itu menyebutnya dengan undha-usuk) terdiri atas (1) ngoko, (2) madya, (3) krama, (4) krama inggil, (5) kedhaton, (6) krama desa, dan (7) kasar. Undha-usuk ngoko dibedakan menjadi dua, yaitu ngoko lugu dan ngoko andhap. Ngoko andhap dibedakan lagi menjadi dua, yaitu ngoko antyabasa dan basaantya. Undha-usuk madya dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) madya ngoko, (2) madyantara, dan (3) madya krama, Undha-usuk krama juga dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) mudha krama, (2) kramantara, dan (3) wredha krama.
Di dalam buku itu disebutkan pula bahwa basa ngoko merupakan bahasa yang lugu (sederhana, wajar, alami) yang belum mengalami perubahan apa pun. Leksikon-leksikon yang terdapat di dalamnya seluruhnya berupa ngoko. Jika di dalam kalimat terdapat kata krama inggil, ragam itu disebut ngoko antyabasa. Namun, jika di dalam kalimat terdapat kata krama dan krama inggil, ragam itu disebut basaantya. Sementara itu, basa madya merupakan bahasa yang berada di tengah-tengah antara basa ngoko dan basa krama. Kata-kata yang terdapat di dalamnya berupa kata madya dan ngoko. Jika dalam kalimat hanya terdapat kata madya dan ngoko, ragam itu disebut madya ngoko atau madyantara. Jika dalam kalimat terdapat kata madya, krama, dan krama inggil, ragam itu disebut madya karma.
Lain halnya dengan basa krama, basa krama merupakan bahasa yang hormat. Kata-kata yang terdapat di dalamnya semua berupa krama. Jika dalam
kalimat terdapat kata krama dan krama inggil, ragam itu disebut mudha krama. Namun, jika dalam kalimat hanya berupa kata krama saja ragam itu disebut kramantara dan wredha krama. Yang membedakan kedua ragam tersebut terletak pada penggunanya. Jika yang menggunakan orang muda, ragam itu disebut mudha krama. Namun, jika yang menggunakan orang tua, ragam itu disebut wredha krama. Lebih lanjut dalam buku itu dijelaskan bahwa mudha krama digunakan oleh anak muda kepada orang tua, kramantara digunakan oleh orang yang sejajar status sosialnya, dan wredha krama digunakan oleh orang tua kepada orang yang lebih muda.
Selain ketiga undha-usuk tersebut, masih ada basa krama inggil, basa kedhaton, basa krama desa, dan basa kasar. Basa krama inggil didefinisikan sebagai bahasa yang sangat santun yang bentuknya mirip dengan mudha krama. Bahasa kedhaton (di Yogyakarta disebut basa bagongan) merupakan bahasa yang digunakan oleh keluarga raja dan/atau digunakan oleh para karyawan (abdi) yang bekerja di dalam istana. Ragam bahasa tersebut hanya dipakai di dalam istana. Krama desa didefinisikan sebagai ragam halus orang desa yang kurang memahami ragam halus orang kota. Di dalam Karti Basa disebutkan bahwa krama desa tidak termasuk bahasa yang halus.
b. Kajian terhadap Tingkat Tutur Bahasa Jawa
Dalam Tingkat Tutur Bahasa Jawa yang disusun oleh Poedjasoedarma dkk. (1979) yang diterbitan oleh Pusat Bahasa disebutkan bahwa unggah-ungguh bahasa Jawa, di dalam buku itu disebut tingkat tutur bahasa Jawa, terdiri atas (1) ngoko, (2) madya, dan (3) krama. Ketiga tingkat tutur itu masih dipilah-pilah menjadi sembilan bentuk. Tingkat tutur ngoko dibedakan menjadi ngoko lugu, basa antya, dan antyabasa; tingkat tutur madya dibedakan menjadi madya ngoko, madyantara, dan madya krama; tingkat tutur krama dibedakan menjadi mudha krama, kramantara, dan wredha krama. Di dalam uraiannya, Poedjasoedarma mengakui bahwa tingkat tutur kramantara dan wredha krama sudah jarang terdengar. Pendapat Poedjasoedarma tersebut diikuti oleh Purwo (1991). Purwo juga membagi tingkat tutur bahasa Jawa menjadi ngoko, madya, dan krama. Namun, ketiga jenis tingkat tutur itu tidak diperincinya lagi.
Meskipun Poedjasoedarma (1979:13—15) telah membagi tingkat tutur menjadi sembilan, ternyata yang diberi penjelasan panjang lebar hanyalah tingkat tutur yang ber-bentuk ngoko, madya, dan krama, sedangkan bagian-bagian ketiga tingkat tutur itu penjelasannya sama dengan yang terdapat di dalam Karti Basa. Poedjasoedarma berpendapat bahwa tingkat tutur ngoko mencerminkan rasa tak berjarak antara Ol terhadap O2 dan tingkat tutur ini dipakai jika seseorang ingin menyatakan keakrabannya terhadap mitra wicara (O2); tingkat tutur madya diartikan sebagai tingkat tutur menengah antara krama dan ngoko, tetapi tetap menunjukkan perasaan sopan meskipun kadar kesopanannya hanya sedang-sedang saja; tingkat tutur krama diartikan sebagai tingkat tutur yang memancarkan arti penuh sopan santun dan tingkat tutur ini menandakan adanya perasaan segan Ol terhadap O2.
Bagan 2
Unggah-Ungguh Bahasa Jawa menurut Poedjasoedarma dkk. (1979)
c. Kajian Lain
Selain kedua kajian di atas, kajian lain yang perlu diungkapkan adalah kajian yang dilakukan oleh Poerbatjaraka. Poerbatjaraka (dalam Sudaryanto, 1989:96-103) berpendapat bahwa unggah-ungguh bahasa Jawa pada prinsipnya terdiri atas empat macam, yaitu ngoko, krama, ngoko krama, dan krama ngoko. Demikian halnya dengan Hadiwidjana (1967:50-51), ia membagi tingkat tutur

TESIS STRUKTUR DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL DALAM MIHRAB CINTA DAN ALTERNATIF MODEL PEMBELAJARANNYA

TESIS STRUKTUR DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL DALAM MIHRAB CINTA DAN ALTERNATIF MODEL PEMBELAJARANNYA

Monday, March 28, 2016
T-(0105) TESIS STRUKTUR DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL DALAM MIHRAB CINTA DAN ALTERNATIF MODEL PEMBELAJARANNYA


BAB II
STRUKTUR, NOVEL, NILAI PENDIDIKAN DAN MODEL PEMBELAJARAN


A. Teori Struktural
Penelitian yang berangkat dari "construct" suatu wacana akan memanfaatkan teori stmktur. Hal ini sejalan dengan pendapat Prodopo (1985:6) yang menyatakan satu konsep dasar yang menjadi ciri khas teori struktur adalah adanya anggapan bahwa di dalam dirinya sendiri karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya yang saling berjalinan.
Oleh karena itu, menurut Beardsly (Teeuw, 1983:60) untuk memahami makna karya sastra, karya sastra harus dianalisis berdasarkan strukturnya sendiri, lepas dari latar belakang sejarah, lepas dari niat penulis dan lepas dari efeknya pada pembaca. Jadi yang penting hanya "close reading" pembacaan secara mikroskopi dari karya sebagai ciptaan bahasa (Teeuw, 1988:134). Demikian pula Hawks, yang mengemukakan bahwa strukturalisme adalah cara berpikir tentang dunia yang dikaitkan dengan persepsi dan deskripsi struktur. Strauss (Teeuw, 1988:140-141) struktur merupakan sebuah sistem, yang terdiri atas sejumlah anasir, yang diantaranya tidak satupun mengalami perubahan tanpa menghasilkan perubahan dalam sebuah anasir lain
Berbicara masalah struktur, Peaget melalui Teeuw (Jabrohim, 2003:55) menjelaskan bahwa di dalam pengertian struktur terkandung tiga gagasan pokok.
Pertama, gagasan keselumhan (wholness) dalam arti bagian-bagian atau anasirnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keselumhan stmktur maupun bagian-bagiannya. Kedua, gagasan transformasi (transformation), yaitu stmktur itu menyanggupi prosedur transformasi yang terns menems memungkinkan pembentukan bahan-bahan bam. Ketiga gagasan mandiri (self regulation) yaitu tidak memerlukan hal-hal di luar dirinya untuk mempertahankan prosedur tansformasinya; stmktur itu otonom terhadap kedudukan sistem lain atau terhadap kedudukan sistem lain atau terhadap tiga gagasan itu, secara eksplisit Peaget melalui Veuger (Jabrohim, 2003:55) mengatakan bahwa stmktur adalah suatu sistem transformasi yang bercirikan keselumhan; dan keselumhan itu dikuasai oleh hukum-hukum (rule of composition) tertentu dan mempertahankan atau bahkan memperkaya dirinya sendiri karena cara yang dijalankan transformasi-transformasi itu tidak memasukkan ke dalamnya unsur-unsur dari luar. Jadi memahami karya sastra stmkturalisme berarti memahami unsur-unsur atau anasir yang membangun stmktur.
Analisis stmktur bertujuan membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetil dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna meyelumh (Teeuw, 1988:135). Masih menumt Teeuw, bagaimanapun juga analisis stmktur mempakan tugas prioritas bagi seorang peneliti sastra sebelum ia melangkah kepada hal-hal lain. Sedangkan Dresden melalui Teeuw (Jabrohim, 2003:55-56) beranggapan bahwa pada dasarnya karya sastra mempakan "dunia dalam kata" yang mempunyai makna intrinsik yang hanya dapat digali dari karya sastra itu sendiri. Jadi untuk memahami karya sastra secara optimal, pemahaman terhadap struktur adalah suatu tahap yang sulit dihindari, atau secara lebih ekstrem, hal itu harus dilakukan (Jabrohim, 2003:56). Pemahaman sturktur yang dimaksudkan itu adalah pemahaman analisis unsur atau anasir pembangun keutuhan karya sastra.
Karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik, saling menentukan. Jadi, menurut Pradopo (2009:188-119) kesatuan unsur-unsur dalam sastra bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan hal-hal atau benda-benda yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan hal-hal itu saling terikat, saling berkaitan, dan saling bergantung.
Strukturalisme dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun karya yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2002:36). Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2002:37). Dalam strukturalisme konsep fungsi memegang peranan penting, artinya, unsur-unsur sebagai ciri khas teori tersebut dapat berperanan secara maksimal semata-mata dengan adanya fungsi, yaitu dalam rangka menunjukan antarhubungan unsur-unsur yang terlibat (Ratna, 2008:76). Masih menurut Ratna (2010:74) paradigma strukturalisme membatasi analisis dan pemahaman terhadap karya sastra semata-mata pada tataran instrinsik. Hal senada dikemukakan oleh Aminuddin (2009:52), strukturalisme sebagai aliran sastra yang tumbuh kemudian, hadir dengan menunujukan adanya berbagai keragaman meskipun prinsip dasarnya sama, yakni "sastra merupakan stmktur verbal yang bersifat otonom dan dapat dipisahkan dari unsur-unsur lain yang menyertainya".
Strukturalisme, dengan menolak relevansi penulis, pada gilirannya secara keseluruhan memusatkan pehatiannya pada kekayaan unsur-unsur karya, yang pada umumnya disebut sebagai unsur-unsur instrinsik. Cara pemahaman yang dianjurkan adalah model microskopis, pusat perhatian yang semata-mata didasarkan atas unsur-unsur yang terkandung didalamnya (Ratna, 2008:77). Begitu pula menurut Abrams (Esten, tt:30), karya sastra dianggap sesuatu yang mandiri terlepas dari semua acuan ekstern, dan penilaian didasarkan pada kriteria intrinsik sesuai dengan eksistensi karya itu sendiri, berdasarkan hubungan bagian-bagiannya secara intern.
Pada intinya, strukturalisme berpendapat bahwa karya sastra itu merupakan sebuah struktur yang unsur-unsurnya atau bagian-bagiannya saling berjalinan secara erat. Hawkes (Jabrohim, 2003:93) mengatakan dalam struktur itu unsur-unsur tidak memiliki atau tidak mempunyai makna dengan sendirinya, maknanya ditentukan oleh saling hubungannya dengan unsur-unsur lainnya dan keseluruhan atau totalitasnya, unsur-unsur karya sastra itu hanya dapat dipahami dan dinilai sepenuhnya atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan karya sastra. Hal senada diungkapkan Culler (Jabrohim, 2003:93), antara unsur karya sastra itu ada koherensi atau pertautan erat; unsur-unsur itu tidak otonom, tetapi merupakan bagian dari situasi yang rumit, dari hubungannya dengan bagian lain unsur-unsur itu mendapatkan maknanya. Dan analisis struktural sulit dihindari sebab analisis demikian itu bam memungkinkan tercapainya pemahaman yang optimal (Teeuw, 1983:61).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, akhirnya dapat disimpulkan bahwa strukturalisme merupakan cara menganalisis karya sastra yang menitikberatkan pada karya sastra itu sendiri lepas dari unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, seperti latar belakang sosial pengarang, respons pembaca, dan unsur-unsur ekstrinsik lainnya. B. Novel 1. Pengertian Novel
Istilah novel berasal dari bahasa Italia novella, yang dalam bahasa Jerman Novelle, dan dalam bahasa Yunani novellus. Kemudian masuk ke Indonesia menjadi novel. Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelete (Inggris: novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cakupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro, 2002:9).
Istilah novel itu ada yang mempersamakan dan ada yang membedakannya dengan istilah roman. Menurut Sumardjo dan Saini K.M (1991:29) istilah novel sama dengan istilah roman. Kata novel berasal dari bahasa Italia yang kemudian berkembang di Inggris dan Amerika Serikat. Sedang istilah roman berasal dari genre romance dari Abad Pertengahan yang merupakan cerita panjang tentang kepahlawanan dan percintaan. Istilah romance berkembang di Jerman, Belanda, Francis, dan bagian-bagian Eropa Daratan yang lain. Perbedaan antara roman dan novel, yakni bahwa bentuk novel lebih pendek dibanding dengan roman, tetapi ukuran luasnya unsur cerita hampir sama (Sumardjo dan Saini K.M, 1991:29). Kedua istilah itu (novel dan roman) ada di dalam kesusastraan Indonesia. Demikian juga dijumpai di dalam berbagai kesusastraan Erofa. Abrams (Purba, 2010:63) di dalam sastra Jerman misalnya ada istilah bildungroman dan erziehungroman yang masing-masing berarti novel of information, dan novel of education.
Sebagai bentuk sastra, novel (bahasa Jerman) adalah sebuah bentuk Dichtung; dan dalam bentuknya yang paling sempurna, novel merupakan epik modern (Wellek dan Warren, 1995:276). Ada juga yang beranggapan bahwa novel dianggap sebagai dokumen atau kasus sejarah, sebagai pengakuan (karena ditulis dengan sangat meyakinkan), sebagai sebuah cerita kejadian sebenarnya, sebagai sejarah hidup seseorang dan zamannya.
Dalam bahasa Inggris dua ragam fiksi naratif yang utama disebut romance (romansa) dan novel. Novel bersifat realistik, sedangkan roman bersifat puitik dan epik. Hal itu menunjukan bahwa keduanya berasal dari sumber yang berbeda. Novel berkembang dari bentuk-bentuk naratif nonfiksi, misalnya surat, jurnal, biografi, kronik, dan sejarah. Novel berkembang dari dokumen-dokumen, dan secara stilistika, novel menekankan pentingnya detail dan bersifat mimesis dalam arti yang sempit. Novel mengacu kepada realitas yang lebih tinggi dan psikologi yang lebih mendalam. Roman merupakan kelanjutan dari epik (Wellek dan Warren, 1995:282-283).
Ada juga yang mengatakan bahwa kata novel berasal dari kata Latin, yaitu noveltus yang diturunkan dari kata novies yang berarti baru. Senada dengan itu Tarigan (Purba, 2010:62), dikatakan baru (novel) karena kalau dibandingkan dengan jenis sastra lainnya seperti puisi dan drama. Abrams (Purba, 2010:62) mengatakan novel (novella) diartikan sebuah barang baru yang kecil, kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Sedangkan menurut ESI (2004:546), novel berasal dari bahasa Inggris novel dan Prancis roman. Prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun. Cerita rekaan yang melukiskan puncak-puncak peristiwa kehidupan seseorang, mengenai kejadian-kejadian luar biasa dalam kehidupannya, secara melompat-lompat, dan berpindah-pindah.
Sedangkan menurut The American College Dictyonary (Purba, 2010:62), novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dengan panjang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang refresentatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. The Advanced Learner's Dictionary of Current English (Purba, 2010:62), novel adalah suatu cerita dengan suatu alur, cukup panjang mengisi satu buku atau lebih yang menganggap kehidupan pria dan wanita bersifat imajinatif.
Reeve (Wellek dan Warren, 1995:282) mengatakan, novel adalah gambaran dari kehidupan dan perilaku yang nyata, dari zaman pada saat novel itu ditulis. Wolf (Purba, 2010:63), roman atau novel adalah sebuah eksplorasi atau suatu kronik kehidupan, merenungkan dan melukiskannya dalam bentuk tertentu yang juga meliputi pengaruh, ikatan, hasil, kehancuran, atau tercapainya gerak-gerik manusia. Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Sedangkan menurut Abrams (Nurgiyantoro, 2002:4) fiksi pertama-tama menyaran pada prosa naratif, yang dalam hal ini adalah novel dan cerpen, bahkan kemudian fiksi sering dianggap bersinonim dengan novel.
Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (penokohan), latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya tentu saja, juga bersifat imajinatif (Nurgiyantoro, 2002:4). Jassin (Nurgiyantoro, 2002:16), mengatakan bahwa novel merupakan suatu cerita yang bermain dalam dunia manusia dan benda yang ada disekitar kita, tidak mendalam, lebih banyak melukiskan satu saat dari kehidupan seseorang, dan lebih mengenai sesuatu episode.
Novel merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus (Nurgiyantoro, 1995: 9). Novel adalah jenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur, latar rekaan yang menggelarkan kehidupan manusia berdasar sudut pandang pengarang, dan mengandung nilai hidup, yang diolah dengan teknik kisahan dan ragaan (Zaidan, 1996: 136). Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (Purwadarminta, 1995:694).
Novel merupakan bentuk prosa rekaan yang lebih pendek daripada roman. Biasanya novel menceritakan peristiwa pada masa tertentu. Bahasa yang digunakan lebih mirip bahasa sehari-hari (Siswanto, 2008:141). Novel adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas. Ukuran yang luas di sini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang kompleks, karakter yang banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam, dan setting cerita yang beragam pula (Sumardjo & Saini, 1991:29).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (1995:694) Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Novel adalah salah satu bentuk dari sebuah karya sastra. Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik.
Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Sedangkan menurut Sudjiman (Purba, 2010:63), novel adalah prosa rekaan yang panjang yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun. Nurgiyanoro (2002:11), novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks.
Dari beberapa pendapat di atas, akhirnya dapat disimpulkan bahwa novel adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas. Ukuran yang luas di sini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang kompleks, karakter yang banyak, tema